Mengapa saya dan beberapa teman-teman belajar di Maroko?, setidaknya ada beberapa kelebihan yang disuguhkan yang bisa kita temukan saat kita belajar di negeri yang lebih dikenal Maghribi atau negeri matahari terbenam. Seperti yang ditulis oleh Dr. Dedy Wahyudin Sanusi, alumnus Universitas Quaraouiyine (baca: qarawiyyin), Tetouan, dalam catatanya di blogspot bahwa ada dua kelebihan saat kita menuntut ilmu di Negara tersebut. Pertama, peluang besar untuk bisa berbahasa Perancis. Kedua, kesempatan untuk berkenalan lebih intensif dengan kajian-kajian di bidang Ilmu Maqashid dan Pemikiran Islam Kontemporer.
"Saya menemukan dua hal ini, trade mark yang menjadikan belajar di Maroko lebih unggul ketimbang belajar di negeri-negeri Islam yang lain. Tentu saja, ini dalam konteks belajar ilmu-ilmu keislaman" paparnya dalam catatan di blognya.
Namun selain dua hal diatas masih banyak lagi kelebihan-kelebihan yang bisa di temukan dan barangkali takkan dijumpai di negeri lain. Belajar Islam di Maroko memang sangat menarik. Semoga semua itu menjadi jalan kemudahan bagi para tunas bangsa yang tengah menuntut ilmu di seribu benteng ini (di karenakan banyaknya benteng disetiap kota di Maroko).
Kampus Ilmuwan
Ibu kota Rabat merupakan salah satu kota Ilmuwan di Maroko. Di kota ini, terdapat dua kampus bergengsi ; Universitas Muhammad V dan Universitas Darul Hadits al Hasaniyyah. Bagi mereka yang akrab dengan dunia pemikiran Islam modern, tentu takkan asing dengan nama Universitas Muhammad V. Karena di kampus ini, terdapat banyak pemikir Islam terkemuka. Diantaranya adalah Fatima Mernissi, Abed al Jabiri dan Ahmed Raisuni.
Sebagian mahasiswa Indonesia ada yang belajar di Rabat, di Universitas Muhammad V ada tujuh mahasiswa yang belajar di kampus ilmuwan ini seperti Bpk Tb. Ade Asnawi dan Arwani Syaerozi, keduanya adalah calon kandidat Doktor, kemudian ada Sholehudin Lc, dan Afridesi Puji Pancaranie Lc, yang sedang menempuh Program Master dan ada Bayu Subekti, Habib Choirul Musta'in dan Ila Khalilah yang sedang mengikuti jenjang S1.
Sedangkan di Universitas Darul Hadist Hasaniah terdapat dua Mahasiswa Indonesia yang sedang menempug program Master, yaitu Alvian Iqbal Zahafsan dan Durrotul Yatimah. Keduanya baru mengikuti ajaran tahun ini.
Gedung kampus Universitas Muhammad V bertebaran di kota Rabat. Salah satunya di kawasan Agdal. Gedung kampusnya berdiri megah, halaman depannya dihiasi taman dan pepohonan hijau. Selain di Agdal, terdapat juga di Souissi, di kalangan orang Maroko, kawasan Kampus di kota Rabat ini kerap disebut juga dengan madinatul irfan, atau kota ilmu.
Sedangkan gedung kampus Universitas Darul Hadist baru-baru ini menempati gedung baru yang juga berada di kawasan madinatul irfan yang sebelumnya berada di dekat Amci, zanqah (jalan) Ghana.
Pada jarak 30 km utara Rabat, ada kota kecil bernama Kenitra. Di kota ini, terdapat lima orang mahasiswa kita pada jenjang S1. Mereka adalah Burhan Ali (penulis sendiri), Ahmad Shohibul Muttaqin, Ali Syahbana dan Dewi Anggraeni mereka sedang memasuki tahun terakhir dan di tambah Hanif Fathurrohman. Nama kampus lokasi belajar adalah Universitas Ibnu Tofail. Walapun berada di kota kecil yang sedang mengalami pembangunan, bangunan kampus ini berdiri megah dengan interior dan eksterior yang indah. di halam kampus terdapat taman-taman yang luas dengan pepohonan hijau dan jauh dari keramaian sehingga siapapun yang masuk kedalam kampus akan menemukan kenyamanan ketenangan. Beginilah memang seharusnya kampus itu ada yang bisa menyediakan kenyamanan dan ketenangan buat mereka yang sedang belajar utuk menuntut ilmu.
Universitas ini memakai nama ibn tofail, salah seorang filosof maroko yang hidup pada tahun 494-598 H. / 1100-1185 M., dan juga dokter pribadi sultan abu ya’kub al-muwahhidi sampai beliau wafat di Marrakech. Sebelum berdiri sendiri, Universitas yang mempunyai dua fakultas ini adalah cabang dari Unversitas Mohammed V Rabat. Pada tahun 1989, mulai memisahkan diri dari Universitas Mohammed V rabat, berdasarkan SK raja No. 1.89.144, tanggal 23 oktober 1989.
Kampus Tertua
Universitas Quaraouiyine (baca: qarawiyyin) adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di dunia. Didirikan pada tahun 245 / 857 M, oleh Fatimah Fihriyah, seorang wanita dari kota Kairouan, Tunisia. Maka, nama Quaraouiyine pun diambil dari kata Kairouan ini. Universitas Quaraouiyine memiliki empat kampus di empat kota yang berbeda. Kampus utama berada di kota Fes, kota ulama dan kota pelajar Maroko, 198 km timur Rabat. Kampus Fes berdekatan dengan makam Syekh ash-Shonhaji, pengarang kitab nahwu, Al Jurumiyah.
Di kota Fes, saat ini ada sembilan orang mahasiswa Indonesia. Namun mereka semua tidak belajar di Quaraoiyine, mereka belajar di Universitas Sidi Mohammed Ben Abdellah, Dzahrul Mehraz. Mereka adalah Erik Herdiana, Fauzan Nabila, Sukmahadi, Fajar Amali, Maghfirotul fatkha dan Anita Agustin yang sedang belajar pada jenjang S1, adapun pada jenjang S2 ada Guntara Nugraha dan Subi Nur Isnaini dan pada program Doktor ada Shofin Sugito .
Kota Tetouan, berjarak 294 km utara Rabat. Sebuah kota kelahiran Ibnu Batuta, seorang petualang abad pertengahan yang telah melakukan perjalanan fantastis sepanjang 120.000km – terletak di tepi selat Gibriltar, perbatasan Maroko dan Spanyol. Di kota ini, terdapat 8 mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di dua kampus ; Universitas Malik Sa’di dan Universitas Quaraoiyine. Firmansyah Waruwu, Iman Mursalin dan Amrul Qois Mahasiswa Jenjang S2 di kampus Quaraoiyine, dan Ali Hanafi kandidat doctor di kampus Malik Sa'di. Selain itu pada jenjang S1 ada Vera, Dwi Iryanti , Zahrotul Unsi Abdullah, Muhammad Rizky dan Ibrahim Yusuf Sugeng.
Tak jauh dari Tetouan terdapat Kota Tanger dimana terdapat pelabuhan terbesar di Maroko yang menghubungkan dengan negara-negara di Eropa melalui jalur laut. Di kota ini terdapat Ma'had Imam Nafie, disitu terdapat beberapa Mahasiswa Indonesia dari utusan PBNU seperti beberapa nama yang saya kenal adalah Muhammad Mansur, Abu Bakar, Kusnadi, Afif Husen, dll.
Kampus III dari cabang Universitas Quaraoiyine terletak di kota Agadir, 602 km selatan Rabat. Agadir adalah sebuah wilayah Maroko yang dikenal memiliki lahan pertanian subur dan lokasi ternak unta. Di Agadir selain Quarouiyine terdapat Universitas Ibnou Zohr (baca: ibnu zuhur) dimana satu orang Mahasiswa baru diterima di program doktor yaitu Nasrulloh Afandi. saat ini universitas Ibnou Zohr merupakan perguruan tinggi terbesar di wilayah selatan Maroko.
Sedangkan kota Marakesh, salah satu kota tujuan wisata di Maroko, terletak pada posisi 321 km selatan Rabat. Dimana terdapat makam Syeh Jazuli, pengarang kitab Dala’ilul Choirot. Di kota ini terdapat kampus VI dari cabang Universitas Quaraoiyine, selain itu juga terdapat Universitas Cadi Ayyad, dimana delapan mahasiswa Indonesia belajar. Mereka adalah Ahmad Suprapto, Abdillah, Abdul Hamid, Ardan Lasakari Maraali, Fauzan Azmi Zulkarnaen, Hasbi Ibrani, Rofiqoh Hasanah dan Siti Aminah yang kesemuanya pada jenjang S1 di tambah M. Sabiq elhady dan Iis Isnawati yang telah selesai pada tahun ini.
Masih ada dua kota lagi dimana Mahasiswa Indonesia menuntut ilmu agama di Maroko yaitu kota Casablanca yang dalam bahasa arab lebih sering di sebut Dar al Baida "rumah putih" dan kota Meknes.
Di Casablanca, kota terbesar di Maroko, sekaligus sebagai ibukota industri.terdapat Universitas Hasan II, di kampus ini ada Ahmad Labib dan Evan Saputra. Nama universitas ini diambil dari nama raja yang berkuasa dari tahun 1961 – 1999, sebagai lambang kebangkitan dan pembangunan Maroko.
Pada mulanya univeristas ini merupakan cabang dari Universitas Mohammed V di rabat sampai tahun 1975, saat diresmikan menjadi univeristas tersendiri dan mempunyai cabang di kota Mohammedia. Pada tahun 1989, universitas ini dibagi menjadi dua, yaitu universitas hassan II di ‘Ain chok casablanca, dan univeristas hassan II di mohammedia.
Sedangkan di Meknes terdapat Universitas Maolay Ismail. Nama universitas ini diambil dari nama salah seorang raja Dinasti Alawiyah, Moulay Ismail bin muhammad al-syarif (1056-1139 H. / 1645-1727 M.). ketika berkuasa, ia menjadikan kota Meknes sebagai ibu kota. Dan pada masa beliau pula banyak dicapai keberhasilan baik dalam bidang politik maupun peradaban. Cikal bakal universitas ini di mulai tahun 1982 M., yang saat itu hanya merupakan dua fakultas: fakultas adab dan humaniora dan fakultas MIPA yang menginduk ke universitas Sidi Mohamed ben Abdellah di Fes. Pada 1989 M. Universitas ini berdiri dan menaungi beberapa fakultas tambahan.
Pada program S1 di universitas ini ada M. Shodiq, Hamdi Zulharbi, Amalia, Ahmad Lubaid, Fahmi, Jazmi Rafsanjani, dan Ahmad Faiz Yunus.. dan pada program doktor ada Khoirurrijal,, Fakhrurrazie, Fauzan Adhim dan beberapa Mahasiswa lainnya yang tinggal di indonesia.
Selain universitas-universitas tersebut diatas masih banyak universitas-universitas yang lain, namun tidak ada mahasiswa indonesia yang belajar disana seperti :
Universitas Chouaib Eddoukali (baca : syu’ab ad-dukaly) di Kota El Jadida, Nama Universitas diambil dari nama salah seorang ulama maroko, bernama abu syu’aib bin abdurrahman al-siddiqi Eddoukali (1295-1357 H. / 1878-1938 M.). semasa hidupnya beliau pernah menjabat sebagai qadhi, mufti, menteri dan guru.
Universitas Mohammed I di kota Oujda. Universitas ini terletak di kota oujda, menyandang nama sultan mohamed ben mohamed, pendiri dinasti Alawiyah (wafat: 1075 H. / 1664 M.). sebelum berdiri pada tahun 1978, universitas ini berada di bawah naungan universitas sidi mohamed ben abdellah.
Demikianlah, sepenggal cerita tentang anak-anak muda yang sedang mengasah potensi, menempa diri dengan ilmu agama, di negeri ujung barat Afrika. Meski harus berjauhan satu sama lain. Meski harus tinggal di kota pelosok, jauh dari keluarga besar KBRI. Namun semangat menuntut ilmu terus berkobar untuk menjunjung nilai-nilai ilmu keislaman dan nilai-nilai bangsa yang berperadaban.(Ba)
|
Penulis sedang berpose di Halaman Kampus di Mohammedia |
1 komentar:
Masya Alloh pengen rasanya jadi tholib disana.. muqobalahnya bagaimana akhi?
Posting Komentar
terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.