23 Apr 2012

Intisari Surat Al Kahfi: Kisah Pemilik Dua Kebun


Kisah Pemilik 2 Kebun merupakan sebuah cerita teladan yang disebutkan di dalam al-Quran pada surat al-Kahfi ayat 32 sampai dengan ayat 44 dari 110 jumlah ayatnya. Cerita ini mengkisahkan dua orang bersaudara yang satu kafir dan yang lainnya mukmin, mengandung i’tibar dan pelajaran yang amat berguna bagi kehidupan manusia.

Cerita ini diterangkan
pada ayat ke 32, dua orang laki-laki dijadikan oleh Allah sebagai perumpamaan untuk menjelaskan kepada orang-orang yang berakal tentang perbedaan antara iman dan kafir, antara hamba yang mulia di sisi Allah dengan hamba yang hina.

Menurut riwayat ada yang mengatakan kedua laki-laki itu adalah bersaudara, penduduk Mekah dari kabilah Bani Makhzum. Yang mukmin bernama Yahuza dan yang kafir bernama Qurtus. Keduanya semula bersama-sama dalam suatu usaha, kemudian berpisah dan membagi kekayaan mereka. Masing-masing menerima ribuan dinar. Yang mukmin mempergunakan uangnya seribu dinar untuk membebaskan budak, seribu dinar untuk membelikan pakaian orang-orang yang terlantar dan seribu dinar lagi untuk membeli makanan bagi orang-orang yang lapar. Adapun yang kafir mempergunakan uangnya untuk kawin dengan seorang wanita kaya, membeli hewan ternak, maka berkembanglah harta kekayaan itu. Sisa uang yang lain digunakan untuk dagang yang selalu membawa laba, sehingga dia menjadi orang yang terkaya di negerinya di waktu itu.

Ketika Yahuza jatuh sengsara dia bermaksud meminta pekerjaan kepada saudaranya yang sudah kaya itu. Maka pergilah dia menemuinya, hampir saja ia tidak berhasil menemuinya karena banyaknya penjaga pintu masuk. Setelah berhasil masuk dan mereka sudah saling mengenal lalu Yahuza menyampaikan permintaannya kepada saudaranya itu yaitu Qurtus. Qurtus menjawab: "Bukankah kamu mendapat separoh dari kekayaan kita? Ke mana saja kekayaanmu itu kau pergunakan? Yahuza menjawab: "Kekayaan itu aku pergunakan untuk keperluan yang paling baik, dan paling kekal di sisi Allah". Berkata Qurtus: "Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang beriman, dan aku sendiri tidak percaya hari kiamat akan terjadi, aku kira kamu benar-benar orang bodoh. Kamu tidak akan memperoleh apa-apa dari aku karena kebodohanmu itu. Apakah kamu tidak melihat usahaku dengan harta sehingga aku menjadi kaya raya dan bahagia seperti yang kamu lihat ini. Demikian itu berkat usahaku, dan kamu sendiri bodoh, pergilah dari sini".

Cerita selanjutnya tentang orang kaya ini dengan segala kebun dan tanamannya diterangkan Allah sebagaimana tersebut dalam Alquran. Kebun yang dimilikinya, kebun anggur sebanyak dua buah kebun itu dikelilingi oleh pohon-pohon kurma dan di antara keduanya ada sebuah ladang tempat bermacam-macam tanam-tanaman dan buah-buahan.

"Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu",(Al Kahfi :33)

Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan tentang keadaan kedua kebun itu yang penuh dengan buah-buahan sepanjang tahun. Demikian pula pohon-pohonan selalu rindang dan tebal. Sedikitpun kedua kebun itu tidak pernah mengalami kemunduran dan kekurangan sepanjang musim. Keduanya selalu memberikan hasil yang membawa kemakmuran kepada pemiliknya. Di tengah-tengah kebun itu mengalir sebuah sungai yang setiap waktu dapat mengairi tanah dan ladang-ladang sekitarnya. Pengairan yang teratur menyebabkan selalu subur, sungai yang mengalir itu benar-benar menambah keindahan kedua kebun itu. Demikian kenikmatan yang besar yang telah dilimpahkan Allah kepada pemiliknya.

"dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia:` Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat".`(Al Kahfi :34)

Kemudian Allah SWT menjelaskan lagi dalam ayat ini bahwa orang itu masih memiliki kekayaan lainnya seperti harta perdagangan emas, perak dan lain-lainnya yang diperolehnya dari penjualan hasil-hasil kebun dan ladang-ladang seperti anggur dan kurma. Benar-benarlah Qurtus berada dalam kehidupan yang mewah, dengan harta kekayaan yang melimpah ruah dan memiliki khadam-khadam, buruh-buruh dan pengawal-pengawal yang berjumlah besar.

Keadaan yang demikian membuat dirinya sombong dan ingkar kepada Tuhan yang memberikan nikmat kebahagiaan itu kepadanya. Berkatalah dia kepada temannya yang beriman kepada Allah dan hari berbangkit: "Aku lebih banyak punya harta daripada kamu, sebagaimana kamu saksikan dan pengikut-pengikutku lebih banyak. Sewaktu-waktu mereka siap mempertahankan diriku dan keluargaku dari musuh-musuhku dan memelihara serta membela hartaku". Dengan perkataannya ini dia mengisyaratkan bahwa seseorang dapat hidup bahagia dan jaya tanpa beriman kepada Tuhan Seru Sekalian Alam. Dia beranggapan bahwa segala kejayaan yang dimilikinya dan segala kenikmatan yang diperolehnya semata-mata berkat kemampuan dirinya. Tiada Tuhan yang dia rasakan turut membantu dan memberi Rezeki dan kenikmatan kepadanya.

"Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata:` Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya",(Al Kahfi :35)

Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan memasuki kebunnya bersama saudaranya itu dan menyatakan lagi kepada saudaranya yang mukmin itu sambil menunjuk kepada kebunnya bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan binasa selama-lamanya.

Ada dua sebab yang mendorongnya berkata demikian:
Pertama: Kepercayaan yang penuh terhadap kemampuan tenaga manusia untuk memelihara kebun-kebun itu, sehingga selamat dari kebinasaan. Dengan kekayaannya berupa mas dan perak sebagai modal, dan tenaga manusia yang berpengalaman dan berpengetahuan tentang perawatan dan pemeliharaan tanaman dan kebun, dia percaya sanggup menjaga kelestarian dan keindahan dan kesuburan kebun dan tanam-tanamannya. Ia sama sekali tidak menginsafi keterbatasan tenaga dan akal manusia dan dia tidak percaya bahwa ada kekuatan gaib yang kuasa berbuat sesuatu terhadap segala kekayaannya itu.

Kedua : Kepercayaan akan keabadian alam dan zaman. Dia berkeyakinan segala yang maujud ini kekal abadi. Tidak ada yang musnah dalam alam ini, yang terjadi hanyalah perubahan-perubahan dan pergantian menurut hukum yang berlaku. Tapi adanya air, tumbuh-tumbuhan, tanah dan lain-lainnya tidak akan putus-putusnya. Demikianlah pandangan pemilik kebun itu.

Sesungguhnya dia dalam hal demikian itu telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Dia tidak jujur terhadap dirinya. Seharusnya dia bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan kepadanya. Tiada seorangpun yang hidup bahagia dalam dunia ini hanya berdiri di atas kaki sendiri, tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Mengapa dia menyombongkan diri pada hal dia sebenarnya menyadari hal demikian itu. Mengapa dia ingkar kepada Tuhan, pada hal dia ikut menyadari, ikut terlibat dalam perubahan alam itu sendiri, mengapa dia tidak mau mengakui siapakah sebenarnya yang menciptakan perubahan-perubahan dalam alam ini dan yang menciptakan hukum-hukum perubahan itu. Mengapa dia tidak jujur terhadap pengakuan hati nuraninya sendiri akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta? Sesungguhnya sikap demikian suatu kelaliman yang besar.

"Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu".`(Al Kahfi :36)

Dalam ayat ini, Allah meneruskan apa yang diucapkan pemilik kebun itu kepada saudaranya yang mukmin. Dia menegaskan ketidak percayaannya bahwa hari kiamat itu akan datang. Sekiranya hari kiamat itu datang dan aku dikembalikan kepada Tuhan, tentulah aku akan dapat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebunku itu di dunia ini. Sikap pemilik kebun itu menunjukkan pahamnya tentang keabadian alam dan keingkaran akan adanya hari kiamat (hari akhir). Menurut dugaannya, seumpamanya dia dikembalikan kepada Tuhan, tentulah di akhirat dia mendapatkan kebun-kebun yang lebih baik daripada kebun-kebunnya di dunia ini. Dugaan ini didasarkan atas pengalamannya bahwa kedua kebun yang dimilikinya yang dipercayakan Tuhan kepadanya tidak bisa lain kecuali dikarenakan kesanggupannya dan kewajarannya yang memilikinya. Oleh karena itu di mana saja dan di waktu mana saja kemustahakkan itu selain menyertai dia. Allah SWT menggambarkan pula tentang sifat orang kafir ini dalam ayat yang lain dengan firman Nya:

"Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka aku akan memperoleh kebaikan pada sisi Nya." (Q.S. Fussilat: 50)

Ucapan yang membawa kepada kekafiran ialah: pertama, pengakuannya tentang keabadian alam, kedua: tentang tidak adanya kebangkitan manusia dari kubur, dan ketiga: anggapannya bahwa ganjaran di akhirat dicerminkan oleh keadaan di dunia. Pandangan terhadap keabadian alam ini, meniadakan keputusan-keputusan dan kehendak Tuhan Pencipta Alam. Keingkarannya terhadap kebangkitan manusia dari kubur menunjukkan bahwa dia meniadakan kodrat Tuhan untuk mengembalikan manusia kepada aslinya. Sedang anggapannya yang terakhir itu meniadakan hikmah Ilahiyah. Pandangan bahwa ganjaran alam akhirat dicerminkan oleh kehidupan dunia, misalnya bilamana seseorang dalam dunia hidup sebagai tukang kebun, maka ganjaran di akhiratpun baginya sebagai tukang kebun atau lebih dari pada itu, adalah suatu pandangan kepercayaan primitip, atau kepercayaan yang berdasarkan kebudayaan. Kepercayaan demikian berlawanan dengan agama yang bersumber pada wahyu. Allah SWT mempunyai kebijaksanaan dalam memberikan ganjaran kepada hamba-hamba Nya.

"Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya:` Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?"(Al Kahfi :37)

Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan jawaban Yahuza untuk membantah pikiran-pikiran pemilik kebun yang kafir itu. Qurtus pemilik kebun yang kaya itu memandang Yahuza rendah karena kemiskinannya, maka sebaliknya Yahuza memandang Qurtus pemilik kebun itu rendah karena kekafirannya. Dalam percakapannya dengan Qurtus, dia menyatakan bahwa tidaklah patut dia mengingkari kekuasaan Allah yang menciptakan dirinya dari tanah? Bukankah makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau dari hewan itu dari tanah? Dari makanan dan minuman itu terdapat sel-sel yang akhirnya membentuk nutfah. Nutfah berkembang tahap demi tahap karena mendapat makanan baik dari protein nabati ataupun hewani, terus tumbuh dan berkembang, sehingga menjadi seorang laki-laki seperti Qurtus. Bagaimana seseorang dapat mengingkari kekuasaan Tuhan sedang kejadiannya sendiri menunjukkan dengan jelas kepada adanya kekuasaan Tuhan. Setiap insan sadar akan dirinya, bahwa pada mulanya dia tidak ada, kemudian menjadi ada. Tidaklah mungkin kehadirannya ke alam wujud ini dihubungkan dengan dirinya. Maka satu-satunya Zat yang menjadi arah bagi yang menghubungkan kejadiannya itu ialah Penciptanya yaitu Allah Rabbul Alamin.

Dari penjelasan proses kejadian manusia ini, Allah SWT menginsafkan manusia kepada kekuasaan Nya untuk membangkitkan manusia pada hari kiamat. Firman Allah SWT yang Artinya:

"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani". (Q.S. Al Hajj: 5)

"Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku." (Al Kahfi :38)

Dari ayat ini, Allah SWT menerangkan pernyataan Yahuza kepada temannya yang kafir itu, berkata Qurtus bahwa dia tidak sependapat dengan temannya itu. Dia berkeyakinan tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Dia. Allah yang memelihara makhluk semesta, Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Dia mengatakan pula bahwa dia tidak mempersekutukan Tuhan dengan seseorangpun, sebagaimana temannya itu yang memandang Tuhan tidak kuasa membangkitkan ia dari kubur. Pendirian temannya itu sama sekali tidak dapat diterimanya, karena memandang Tuhan lemah dan keadaannya sama dengan makhluk, berarti hal demikian adalah sama dengan syirik. Sikap Yahuza yang tegas di hadapan temannya yang kaya itu sangatlah terpuji, meskipun dia dalam keadaan fakir yang berkedudukan sebagai seorang yang meminta pekerjaan, namun dengan penuh keberanian, dia menyatakan perbedaan identitas (hakikat) pribadinya, yaitu perbedaan yang menyangkut akidah, yaitu keimanan kepada Tuhan.

"Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu `MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH` (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan," (Al Kahfi :39)

Kemudian Yahuza meneruskan kata-katanya kepada saudaranya itu: "Seharusnya kamu mengucapkan syukur kepada Tuhan sewaktu kamu memasuki kebun-kebun dan merasakan kagum terhadap keindahannya. Mengapa kamu tidak mengucapkan pujian kepada Tuhan atas segala nikmat yang telah dilimpahkan Nya kepadamu, berupa harta, anak yang banyak yang belum pernah diberikan Nya kepada orang lain.

Katakanlah: "Masya Allah" ketika itu, sebagai tanda pengakuan atas kelemahanmu di hadapan Tuhan, dan bahwa segala yang ada itu tidak mungkin terwujud tanpa izin dan kemurahan Allah SWT. Di tangan Nyalah nasib kebun-kebun itu. Di suburkannya menurut kehendak-Nya ataupun di hancurkan-Nya menurut kehendak-Nya mengapa pula kamu tidak mengucapkan La quwwata illa billahi (tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) sebagai tanda pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat memakmurkannya dan mengurusnya kecuali dengan pertolongan Allah swt. Ayat ini mengandung pelajaran tentang zikir yang baik diamalkan. Nabi Muhammad saw. bersabda kepada sahabatnya abu Hurairah:

ألا أدلك على كنز من كنوز العرش تحت العرش قال قلت فداك أبي وأمي قال: أن تقول لا قوة إلا بالله
Artinya:
Perhatikanlah! Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu perbendaharaan surga yang terletak di bawah arasy? Aku menjawab, "Ya" Rasulullah berkata, "Supaya kamu membaca La quwata illa billahi" (H.R. Imam Ahmad dari Abu Hurairah)

Demikian pula banyak hadis-hadis Rasulullah saw. mengajarkan kepada ummatnya sewaktu mendapat nikmat dari Allah supaya dia mengucapkan bacaan itu. Rasulullah saw. bersabda,

ما أنعم الله على عبد نعمة في أهل أو مال أو ولد فيقول ما شاء الله لا قوة إلا بالله إلا دفع الله تعالى عنه كل أفة حتى تأتيه منيته وقرأ لولا إذ دخلت
Artinya:
Setiap Allah swt. memberikan kepada seorang hamba nikmat pada keluarga, harta atau anak, lalu dia mengucapkan "Masya Allah la quwata illa billai" tentulah Allah menghindarkan dia dari segala bencana sampai kematiannya. Lalu Rasulullah saw. membaca ayat 39 surah Al Kahfi ini. (H.R. Baihaqi, Ibnu Mardawaih dari Anas r.a.)

Setelah Yahuza selesai menasihati saudaranya yang kafir itu supaya beriman dan sudah pula dia menjelaskan tentang kekuasaan Allah SWT, mulailah dia menanggapi perkataan saudaranya yang membanggakan harta dan orang-orangnya. Yahuza berkata: "Jika kamu memandang aku lebih miskin dari pada kamu, baik mengenai harta kekayaan, maupun mengenai anak buah, maka tidaklah mengapa bagiku".

"Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin. atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi "(Al Kahfi :40-41)

Namun aku mengharapkan kiranya Tuhan merubah keadaanku, memberi aku kekayaan dan menganugerahkan aku kebun yang lebih baik daripada kebunmu karena imanku kepada-Nya, sebaliknya Allah SWT akan melenyapkan kenikmatan yang diberikan-Nya kepadamu, disebabkan kekafiranmu, dan Dia akan menghancurkan kebun-kebunmu, dengan mengirim petir dari langit yang membakar habis kebun-kebunmu, sehingga menjadilah tanah tandus yang licin, atau Tuhan menghancurkan kebun-kebun itu dengan bencana dari bumi dengan jalan mengisap air yang mengalir di kebun-kebun itu masuk ke dalam perut bumi, sehingga kamu tak dapat berbuat apa-apa untuk mencari air itu kembali.

Demikianlah harapan Yahuza yang mukmin itu, kiranya Tuhan memperlihatkan kekuasaan-Nya secara nyata kepada orang yang kafir lagi sombong; sehingga dengan turunnya hukuman itu baik berupa bencana dari langit ataupun dari bumi, manusia yang kafir itu menjadi sadar.

"Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap biaya yang telah dibelanjakannya untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata:` Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku `".(Al Kahfi :42)

Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa apa yang diharapkan Yahuza itu akan segera menjadi kenyataan. Allah SWT kemudian membinasakan segala harta kekayaan Qurtus yang kafir itu. Tadinya ia mengatakan dengan penuh kesombongan bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan binasa selama-lamanya. Tetapi setelah dia menyaksikan kehancuran harta kekayaannya itu timbullah kesedihan dan penyesalan yang mendalam, sambil membolak-balikkan dua telapak tangannya, tanda menyesal terhadap lenyapnya segala biaya yang dibelanjakannya selama ini, untuk membangun kebun-kebun itu. Semua tanaman itu dan pohon-pohon anggur dalam kebun itu runtuh bersama para-paranya. Pada saat kesedihannya yang memuncak itu teringatlah dia kepada nasihat dan ajaran saudaranya, maka mengertilah ia bahwa bencana itu datang karena kemusyrikan dan kezalimannya terhadap dirinya sendiri. Lalu keluarlah kata-kata penyesalan dari mulutnya "Aduhai kiranya aku beriman dan bersyukur, tentulah Tuhan tidak akan menghancurkan kebun-kebunku."

Kata-kata penyesalan yang demikian, lahir dari seorang yang sudah berada dalam kesulitan yang besar yang tak terelakkan lagi oleh dirinya. Semua orang bila terjepit dan berada dalam bencana, dia mengeluh dan keluarlah dari mulutnya kata-kata yang mencerminkan penyesalannya yang mendalam, sedang jika tidak terjepit atau tidak dalam kesengsaraan, dia tidak akan mengeluarkan kata-kata demikian.
Firman Allah SWT:

فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ
Artinya:
Maka tatkala mereka melihat azab Kami mereka berkata: "Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah". (Q.S. Al Mu'min: 84)

"Dan tidak ada bagi dia segolonganpun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan".(Al Kahfi :43-44)

Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa tidak ada segolongan orang yang sanggup menolong pemilik kebun itu, baik itu keluarganya, pengawalnya, buruh-buruhnya, anak-anaknya, ataupun siapa saja yang tadinya adalah menjadi kebanggaannya. Hanyalah Tuhan yang dapat menolongnya dari kehancuran dan kebinasaan. Sedang orang itu sendiri tidak dapat menolong dirinya dengan kekuatan yang ada padanya untuk membela harta kekayaan dan hukuman Tuhan.

Kemudian Allah SWT menegaskan dalam ayat selanjutnya, bahwa dalam kesulitan dan kesengsaraan seperti yang dialami oleh pemilik kebun-kebun itu benar benar hanyalah Allah sendiri yang mempunyai hak dan kekuatan untuk memberikan pertolongan. Tetapi pertolongan itu hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman kepada Nya yang mensyukuri nikmat Nya dan taat serta patuh kepada perintah Nya. Tuhan akan membela dan menenteramkan hati mereka serta menyelamatkan mereka dari segala macam muslihat dan tipu daya musuh-musuh mereka. Dialah yang paling baik dalam memberi pahala dan balasan.

@Intisari Al-Quran dari berbagai kitab tafsir.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

terima kasih tuan

anis mengatakan...

boleh x dtulis drpd kitab mne..nk tau nme kitab n pnulis..

Unknown mengatakan...

Sumner Dari?

Posting Komentar

terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes