21 Feb 2013
Bukan Kyai Versi Gus Mus
11.52.00
Burhan Ali
No comments
Isu yang dulu pernah merebak tentang wacana usulan sertifikasi ulama yang diutarakan
oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mencegah gerakan
terorisme di Indonesia, seperti menjadi wacana lucu dalam kehidupan
sehari-hari, seperti drama komedi tv buat selingan.
KH
Mustofa Bisri (Gus Mus) pada saat memberikan taushiyah dalam acara peringatan Tahlil
Akbar Seribu Hari wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ciganjur, Jakarta
pada bulan September 2012 lalu, pernah menyinggung soal sertifikasi kyai itu.
Karena menurut
saya wacana ini masih layak untuk di perbincangkan terutama fenomena kyai
dadakan dengan kyai yang memang bener-bener kyai, agar masyarakat bisa menilainya
sendiri.
Sebenarnya
seorang yang memang benar-benar kyai itu bisa dilihat langsung dari sepak
terjangnya selama ini, atau cara pencapaian ilmu yang dulu didapatnya. Tidak hanya
membaca buku terjemahan atau dari cara cepat mbah googele.
Namun
menurut simbah Gus Mus, ada ciri-ciri bagaimana yang bukan kyai itu bisa dibedakan
dari sang kyai.
Yang
pertama : Gampang kaget, bentar-bentar kaget atau langsung
ramai mendengar berita yang dianggap menghebohkan… ada lady gaga kaget… bulan
ramadhan datang langsung gerebek warung, dan seterusnya.
Yang kedua : Ada pertanyaan
semuanya di jawab.
Itu tanda-tanda
orang baru jadi kyai… belum tutug (selesai) ngajinya dah keburu terkenal, jadi berhenti ngajinya. Jika
orang itu benar-benar memahami ilmu, maka ia tidak akan mengatakan apa yang
memang ia tidak ketahui.
Belajarlah
menjadi kyai sebagaimana kyai-kyai dahulu
belajar, seperti yang pernah terjadi pada Imam Malik bin Anas, pendiri
madzhab Maliki.
Datang seseorang, kepada Imam Malik Bin Anas Rahimahullah,
dan bertanya:” Wahai Abu Abdullah aku datang kepadamu dari daerah yang jaraknya
sekitar 6 bulan perjalanan, aku membawa beberapa permasalahan yang dihadapi
oleh kaumku, maka aku akan menanyakan kepada Anda.” Imam Malik menjawab
“Silahkan tanyakan.” Setelah tamu tersebut selesai bertanya, Imam Malik
berkata:” Aku tidak menguasai permasalahan ini.” Tamu tersebut berkata :” Lalu
apa yang akan aku sampaikan kepada kaumku saat aku kembali.” Maka Imam Malik
berkata:” Katakan kepada mereka, bahwa Malik bin Anas tidak menguasai
permasalahan tersebut.”
Begitupun dengan Imam Asy-Sya’bi Rahimahullah pernah ditanya
dalam suatu masalah. Beliau menjawab, "Saya tidak tahu". Maka si
penanya heran dan berkata, "Apakah kamu tidak malu mengatakan "tidak
tahu", padahal engkau adalah ahlul fiqh negeri Iraq?" Beliau
menjawab, "Tidak, karena para malaikat sekalipun tidak malu mengatakan
tidak tahu, ketika Allah tanya: "Sebutkan kepadaKu nama benda-benda itu
jika kamu memang benar!"(Al-Baqoroh:31). Maka para malaikat menjawab:
"Mereka menjawab: Mahasuci Engkau, tidak ada ilmu bagi kami selain dari apa
yang telah engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (Al-Baqoroh:32)
Ada satu nasihat dari seorang Ulama’ sebagai berikut:
"Belajarlah engkau untuk mengucapkan ‘Saya tidak tahu’. Dan janganlah
belajar mengatakan ’saya tahu’ (pada apa yang kamu tidak tahu), karena
sesungguhnya jika engkau mengucapkan ’saya tidak tahu’ mereka akan mengajarimu
sampai “engkau tahu". Tetapi jika engkau mengatakan ‘tahu’, mereka akan
menghujanimu dengan pertanyaan hingga mereka tahu bahwa kamu “tidak tahu".
Perhatikan pula ucapan Imam Asy-Sya’bi
Rahimahullah,"Kalimat ’saya tidak tahu’ adalah setengah ilmu".
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.