24 Feb 2013

Maroko Menjengkelkan ! Mau Tau ?



Ketika berbicara maroko, apa sih yang terbayang dalam benak kalian… yaa, Maroko emang hanya sebuah Negara yang berbentuk kerajaan dibagian ujung utara benua afrika.

Namun bagiku yang kini sedang tinggal di kota Casablanca, Maroko untuk menuntut ilmu di universitas Hassan II, sudah lebih dari 5 tahun 30 hari. Sudah sedikit banyak mengenyam pengalaman yang mengenakan sekaligus yang menjengkelkan hati.

Pada kesempatan ini saya hanya ingin mengatakan sebagian dari yang menjengkelkan itu, biar menjadi seimbang antara yang baik dan yang tidak baik selama ini yang kita ceritakan dan riwayatkan kepada teman-teman kita yang di Indonesia.

Petit Taxi di Casablanca
Hal-hal yang menjengkelkan yang mungkin akan anda temui ketika berkunjung ke Maroko baik itu untuk sekedar jalan-jalan ataupun untuk study. Seperti ketika anda mau naik taksi terutama di kota-kota besar seperti Casablanca anda akan di kenakan tarif lebih. Biasanya para sopir taksi akan langsung menembak tarif taksi untuk sampai ke tujuan, mereka tidak mau mengenakan argo taksi karena dikira kita sebagai orang asing memiliki dan membawa uang yang banyak. Hal ini sering terjadi di tempat-tempat wisata, bandara, stasiun kereta dan lainnya.

Selain mempermainkan tarif taksi, biasanya para sopir taksi juga sering memutarkan jalur yang lebih jauh agar lebih mahal tarifnya. Di tambah lagi, bahwa taksi-taksi di Maroko itu kaya mobil omprengan, artinya bahwa satu taksi bias dinaiki oleh orang yang berbeda-beda, ketika kita sudah naik taksi sendiri kemudian dijalan ada yang mau  naik, sopir taksi akan menaikkan penumpang lain. Jadi jangan heran yah.

Masih di bidang tranportasi, yang biasa menjengkelkan adalah bus antar kota. Di terminal sering banyak calo yang berkeluyuran jadi hati-hati, dan juga ditambah busnya sering tidak on-time. Kadang juga kalo lagi transit di suatu kota bisa berjam-jam nunggunya, yang lebih parahnya kita bias di oper-oper ke bus lain untuk sampai ke tujuan oleh kernet bus udah busnya yang lebih jelek lagi, (sempurna penderitaan di jalan)

Untuk kereta api pun hampir mirip, terutama kereta api jarak jauh seperti, jurusan fes-Marrakech, Casablanca-tanger, Casablanca-Oujda, sering terlambat.

Setelah transportasi kita pindah ke orang Marokonya. Ketika anda sedang berjalan-jalan, mungkin akan banyak ditemui orang maroko, ada dari sebagian mereka yang welcome dengan kita dan berniat menawarkan jasa untuk jadi guide, yang menyebalkan itu sifat memaksanya yang membuat jalan-jalan kita jadi tidak nyaman, hal ini sering terjadi di kota Fes, Marrakech.
Pasar tradisional Fes

Selain itu pun para pedagang di Maroko yang sering memainkan harga, makanya harga yang biasanya pas menjadi lebih mahal. Dan yang tidak kalah menjengkelkannya itu banyaknya peminta-minta yang suka memaksa, bahkan sampai mengikuti terus sambil menarik tangan atau tas kita. So… Waspadalah.

Jmaa el Fna, Marrakech
Selain itu biaya penginapan di Maroko pun relatife mahal di banding dengan Negara-negara lain, seperti perhotelan, atau kamar melati, bahkan sewa rumah untuk kita  mahasiswa juga termasuk mahal.

Nih ini hal menjengkalkan yang paling sering di temukan oleh pelajar Indonesia, yakni intansi Maroko yang semena-mena dan sering inkar janji alias no-ontime (sekarepe dewek) seperti Agence Marocain Cooperation International (AMCI), Ta’lim ‘Ali, bahkan sampai Syurtah al Amn (kantor polisi Daerah). Kalo mereka bilang ghadan (besok) bias berarti Usbu’(minggu depan), kalo mereka bilang usbu’ mukbil (minggu depan ) bias berarti tiga minggu atau bahkan sebulan. Memang sungguh sangat menyebalkan berhubungan dengan instansi-instansi seperti itu. Sebenarnya untuk intansi masih panjang dan lebar untuk di ceritakan, namun saya yakin teman-teman pelajar yang ada di Maroko lebih mengerti dan mempunya kisah dan cerita tersendiri untuk hal yang menjengkelkan dengan intansi itu.

Dan Masih banyak lagi yang menjengkelkan dari Maroko namanya, untuk tau kebih lanjut bisa inbok aja di fb atau email.

Terakhir, sebelum diselesaikan yang perlu anda tahu bahwa kalau menurut pengetahuan anda Maroko memiliki kota metropolis maka anda harus benar-benar mencatat dalam buku tujuan anda bahwa maroko termasuk Negara berkembang yang masih membutuhkan bantuan dari sana-sini, sebelum anda menyesal. Kalo mau ke Maroko perbaiki niat dulu, bahwa maroko asyiknya buat liat kebudayaan dan peninggalan peradaban masa silam seperti arsitek, seni, budaya sampai sahara.

21 Feb 2013

Kehebatan 'Gus Dur' di mata Gus Mus

Gus Mus tengah bercerita tentang maqamnya Gus Dur, Gus dur pernah bilang : “Orang yang ngasih utang ke orang lain pahalanya lebih besar dari orang yang hanya sekedar memberi kepada orang lain…. Karena orang  yang berhutang itu benar-benar sedang membutuhkan dari pada orang yang di beri sekedarnya…”

Lalu Gus Dus sering memberi utang kepada orang lain sehingga membuat gus mus menegur gus dur,“Gus, kamu kok selalu mengasih utang kepada dia, padahal dia kan itu hanya menipu” lalu Gus Dur hanya menjawab, “ya saya tau dia menipu”, lalu dilanjutkan “orang yang berhutang aja itu orang yang membutuhkan apalagi orang yang sampai menipu berarti ia lebih dari orang yang sangat membutuhkan”

Bukan Kyai Versi Gus Mus

Isu yang dulu pernah merebak tentang wacana usulan sertifikasi ulama yang diutarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mencegah gerakan terorisme di Indonesia, seperti menjadi wacana lucu dalam kehidupan sehari-hari, seperti drama komedi tv buat selingan.

KH Mustofa Bisri (Gus Mus) pada saat memberikan taushiyah dalam acara peringatan Tahlil Akbar Seribu Hari wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ciganjur, Jakarta pada bulan September 2012 lalu, pernah menyinggung soal sertifikasi kyai itu.
Karena menurut saya wacana ini masih layak untuk di perbincangkan terutama fenomena kyai dadakan dengan kyai yang memang bener-bener kyai, agar masyarakat bisa menilainya sendiri.
Sebenarnya seorang yang memang benar-benar kyai itu bisa dilihat langsung dari sepak terjangnya selama ini, atau cara pencapaian ilmu yang dulu didapatnya. Tidak hanya membaca buku terjemahan atau dari cara cepat mbah googele.
Namun menurut simbah Gus Mus, ada ciri-ciri bagaimana yang bukan kyai itu bisa dibedakan dari sang kyai.
Yang pertama : Gampang kaget, bentar-bentar kaget atau langsung ramai mendengar berita yang dianggap menghebohkan… ada lady gaga kaget… bulan ramadhan datang langsung gerebek warung, dan seterusnya.
Yang kedua : Ada pertanyaan semuanya di jawab.
Itu tanda-tanda orang baru jadi kyai… belum tutug (selesai)  ngajinya  dah keburu terkenal, jadi berhenti ngajinya. Jika orang itu benar-benar memahami ilmu, maka ia tidak akan mengatakan apa yang memang ia tidak ketahui.
Belajarlah menjadi kyai sebagaimana kyai-kyai dahulu  belajar, seperti yang pernah terjadi pada Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki.

Datang seseorang, kepada Imam Malik Bin Anas Rahimahullah, dan bertanya:” Wahai Abu Abdullah aku datang kepadamu dari daerah yang jaraknya sekitar 6 bulan perjalanan, aku membawa beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kaumku, maka aku akan menanyakan kepada Anda.” Imam Malik menjawab “Silahkan tanyakan.” Setelah tamu tersebut selesai bertanya, Imam Malik berkata:” Aku tidak menguasai permasalahan ini.” Tamu tersebut berkata :” Lalu apa yang akan aku sampaikan kepada kaumku saat aku kembali.” Maka Imam Malik berkata:” Katakan kepada mereka, bahwa Malik bin Anas tidak menguasai permasalahan tersebut.”

Begitupun dengan Imam Asy-Sya’bi Rahimahullah pernah ditanya dalam suatu masalah. Beliau menjawab, "Saya tidak tahu". Maka si penanya heran dan berkata, "Apakah kamu tidak malu mengatakan "tidak tahu", padahal engkau adalah ahlul fiqh negeri Iraq?" Beliau menjawab, "Tidak, karena para malaikat sekalipun tidak malu mengatakan tidak tahu, ketika Allah tanya: "Sebutkan kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang benar!"(Al-Baqoroh:31). Maka para malaikat menjawab: "Mereka menjawab: Mahasuci Engkau, tidak ada ilmu bagi kami selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (Al-Baqoroh:32)

Ada satu nasihat dari seorang Ulama’ sebagai berikut: "Belajarlah engkau untuk mengucapkan ‘Saya tidak tahu’. Dan janganlah belajar mengatakan ’saya tahu’ (pada apa yang kamu tidak tahu), karena sesungguhnya jika engkau mengucapkan ’saya tidak tahu’ mereka akan mengajarimu sampai “engkau tahu". Tetapi jika engkau mengatakan ‘tahu’, mereka akan menghujanimu dengan pertanyaan hingga mereka tahu bahwa kamu “tidak tahu".

Perhatikan pula ucapan Imam Asy-Sya’bi Rahimahullah,"Kalimat ’saya tidak tahu’ adalah setengah ilmu".



20 Feb 2013

Kewajiban Orang Bodoh dan Orang Pinter

Dalam agama islam tidak ada orang bodoh jika semua orang mau menerapkan perintah yang sudah ditetapkan baik itu bagi orang yang tidak tahu maupun yang sudah sangat alim. 

Sebagaimana di butkan dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 43 yang artinya:
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”

Pada ayat ini menurut ahli tafsir, bahwa yang di maksud dengan orang yang mempunya pengetahuan adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab. Yaitu orang-orang yang sudah diberi petunjuk dan ilmu oleh Allah ta’ala kepada mereka melalui kitab-kitab sebelumnya, seperti kitab Taurat, Zabur dan Injil.

Namun ayat ini  juga bias berarti menjadi luas yaitu perintah kepada orang awam atau orang-orang yang tidak mempunyai ilmu tentang sesuatu untuk bertanya kepada siapa saja yang mempunyai ilmu atau ahlinya.

Jika orang tidak tahu tentang dunia maka bertanyalah pada ahlinya, jika orang tidak tahu masalah hukum maka bertanyalah pada ahli hukum, jika orang tidak tahu masalah politik, bertanyalah pada ahli politik, jika orang tidak tahu masalah ekonomi, seni, dan lainnya maka bertanyalah semua kepada ahlinya masing-masing.

Begitu juga dengan masalah agama maka bertanyalah pada ulama-ulama, karena setiap umat islam itu wajib mengetahui setiap hukum yang berkaitan dengan ilmu-ilmu agama yang bersifat doruri(keharusan) seperti akidah, ibadah, iman dan lainnya.

Seperti yang telah dikatakan oleh Syekh Abu Abdullah Muhamad bin Abdullah Al Murry, atau yang lebih terkenal dengan Ibn Abi Zamanain dalam Mukadimah kitabnya “Usul As Sunnah”, beliau mengatakan: “Tidak ada alasan bagi orang jahil(bodoh) untuk meninggalkan pertanyaan atau pencarian tentang usul iman, agama, atau syari’at bagi umat islam. Sebab Allah ta’ala telah mewajibkan melalui firmanNya ‘Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui’(An Nahl; 43). Begitu juga tidak ada alasan bagi orang alim (pintar) untuk menyembunyikan apa-apa yang ada di Al Quran dan As Sunnah kepada orang-orang yang tidak mengetahuinya, Karena Allah ta’ala telah mengambil perjanjian dari orang-orang yang di beri ilmu itu ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya’(Ali Imran; 187)”.

Seperti yang di katakan oleh Syekh Ibn Abi Zamanain di atas, bahwa kewajiban bagi orang alim adalah menyampaikan ilmu yang sudah didapat kepada orang-orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memendam ilmunya untuk dirinya sendiri.

Allah ta’ala berfirman: “ dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," (Ali Imran; 187)

Ayat ini turun kepada ahli kitab yang sebelumnya telah diberi ilmu tentang kebenaran yang akan datang, yaitu datangnya seorang nabi yang membawa risalah kebenaran, yaitu Muhammad saw. Namun mereka (ahli kitab) menyembunyikannya tentang kebenaran itu.

Dan Allah ta’ala pasti akan menghukum orang-orang yang menyembunyikan ilmu dari orang yang membutuhkan. Dalam sebuah hadist shahih, Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa yang ditanya tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya maka ia akan dikekang oleh api neraka pada hari kiamat” (H.R. Imam Ahmad)

Demikianlah kewajiban bagi orang yang tidak tahu dan orang yang tahu. Jika semua umat islam menerapkan ajaran ini, maka tidak ada lagi orang yang bodoh didunia ini. Hanya Allah-lah yang maha mengetahui tentang kebenaran.




Ilustrasi : dua sahabat keluar dari masjid (Photo: sawanih.blogspot.com)


Dialog Agama; antara Akidah dan Toleransi


Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral (Photo: http://ocieyzoet.blogspot.com)
Sesungguhnya perbedaan manusia dalam beragama dan akidah adalah sunnah (hukum) yang telah di tetapkan oleh Allah ta’ala dengan tujuan dan hikmah yang besar sebagai ujian dan cobaan.
Allah ta’ala telah berfirman : “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berbeda, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. ( Q.S. Hud ; 118-119).  
Yang dimaksud dengan berbeda disini adalah berbeda dalam agama, dan bukan perbedaan dalam warna kulit, bahasa, bangsa dan lainnya. Dan perbedaan yang paling mendasar antar agama adalah perbedaan antara umat muslim dan ahli kitab (yahudi dan nasrani).
Sejak diutusnya Nabi Muhammad saw. dan para sahabat yang mengikuti risalah islamnya hingga akhir zaman ketika turunnya nabiyullah ‘Isa ‘alaihissalam, perbedaan itu akan tetap terjadi, Allah ta’ala berfirman : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". (Q.S. Al Baqarah ; 120)
Kristen dan dialog
Pada saat sekarang ini dan khususnya sejak pertengahan abad terakhir setelah Konsili Vatikan II (1962 - 1965 M), muncul perkembangan baru dalam metode penyebaran dan pengajaran agama kristen, sebuah kristenisasi di bawah jubah dialog dan perbaikan hubungan serta kerjasama mengenai isu-isu umum antar agama.
Metode baru ini, yakni kristenisasi dengan berdialog, bertujuan untuk memperbaiki kristenisasi setelah kekalahannya dari ajaran sekuler dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena masyarakat barat telah membayangkan hal-hal yang negatif tentang Gereja pada abad pertengahan dan renaissance (pencerahan) serta era modern, sehingga membuat dunia barat menjadi terbuka seperti sekarang. Dan agama dianggap sebagai ancaman bagi gereja di masa depan, terutama dengan peningkatan  masuknya orang-orang kristen ke dalam ajaran islam.
Dialog dalam Islam
Pada masa-masa sebelumnya, ulama-ulama islam belum pernah  berurusan dengan agama lain kecuali untuk berdakwah dan berjihad menyebarkan kalimat tauhid. Sebagaimana yang diajarkan dalam kitab suci Al-Quran yang menghendaki Nabi dan pengikutnya menyampaikan dan menyuarakan Islam lewat argumentasi, hikmah, dialog, dan debat dalam cara terbaik, entah kepada kaum Muslim sendiri maupun kepada kaum diluar pemeluk Islam. Ini sesuai dengan firman-Nya: “Serulah (manusia) pada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. Al-Nahl : 125).
Atau pada firman-Nya yang lain; “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. al-Ankabut: 46).
Dari dua ayat diatas mengungkapkan strategi dakwah agama Islam yang dilandasi argumentasi, dalil, dan debat terbaik. Bahkan, kalangan ahli tafsir menjelaskan bahwa debat terbaik (jidal ahsan) merupakan dialog peradaban atau debat dalam semangat persaudaraan, kelembutan, jauh dari ucapan kotor dan cacimaki.
Metode Dialog Agama
Sebelum masuk lebih dalam lagi tentang pendekatan yang tepat (almanhaj asshahih) seputar dialog antar agama, agar slogan "dialog antar agama" tidak terbebani dengan banyaknya makna dan ideologi palsu sehingga membuat pikiran setiap orang yang mendengarnya menjadi berpandangan negatif, maka perlu adanya pembedaan dalam pokok pembahasan antara tujuan asli dari dialog agama dengan sesempilan yang ikut terbawa dari urusan dunia. Karena pada saat ini, fakta menunjukan bahwa lembaga-lembaga Islam yang ada sekarang lebih didasarkan pada pendekatan dialog yang bertentangan dengan pendekatan rabbani. Yaitu pendekatan yang telah diajarkan dalam Al Quran dan As Sunnah.
Agar lebih jelasnya, bahwa dialog dengan non-muslim terbagi menjadi dua bidang:
1) Dialog dalam hal duniawi, dan ini disebut juga negosiasi kebijakan yang masih dalam ketentuan Islam, seperti dalam perdamaian dan perjanjian dan penanganan terkait masalah duniawi, dan tidak ada hubungan yang berkaitan seputar akidah dan agama, Hal  ini dimaksudkan untuk hidup berdampingan dengan damai dan tentram dengan saling menghormati.
2) Dialog mengenai masalah-masalah agama, yaitu dialog dalam hal agama dan konsep iman dan isu-isu yang menjadi perbedaan, seperti tauhid dan iman dan hari kebangkitan, dan lain sebagainya.
Jika dialog dalam hal-hal duniawi tidak memerlukan pembuktian dan pembenaran, maka dialog dalam masalah-masalah agama ini, memerlukan pemahaman dan penguatan dari dalil-dalil yang kuat baik dari segi akli (akal) maupun nakli (al-quran dan as sunnah shahihah).
Dengan adanya pembedaan semacam ini, sehingga tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pembahasan dialog agama, sehingga berjalan dengan baik dan mampu menghasilkan  sesuai tujuan.
Tujuan dari dialog agama tidak lain adalah untuk memperlihatkan dan membuktikan kebenaran Islam itu sendiri, sehingga pengikut agama lain, berdasarkan intuisi dan pengetahuan, dapat melangkah ke jalan yang lurus dan benar dengan tidak memberikan ruang untuk bernegossiasi dalam masalah akidah dan iman. Namun, pada saat yang sama, Islam tetap percaya bahwa ruang dialog itu tetap terbuka sekalipun tidak meninggalkan hasil yang diinginkan, yakni pelaku dialog tetap berpegang teguh kepada ajaran agamanya masing-masing.
Hal ini sekaligus untuk menyanggah pernyatan Dr. Mariam Ait Ahmed yang mengatakan “Dialog agama, yang mana para pemuka agama atau pakarnya saling bertemu untuk bertukar pendapat dengan metode yang tepat tentang kepercayaan agama mereka. Dengan saling menghormati satu sama lain.”1.
Karena dalam akidah dan kepercayaan tidak ada tawar menawar dan bertukar satu sama lain, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kafir Quraisy.
Asbabun nuzul surah Al Kafirun
Telah diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah, ‘As bin Wail As Sahmi, Aswad bin Abdul Muttalib dan Umaiyah bin Khalaf bersama rombongan pembesar-pembesar Quraisy datang menemui Nabi SAW. menyatakan, “Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami mengikuti agamamu dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi, engkau menyembah Tuhan kami setahun dan kami menyembah Tuhanmu setahun. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami berada bersamamu dan mendapat bagian darinya, dan jika ajaran yang ada pada kami itu benar, maka engkau telah bersekutu pula bersama-sama kami dan engkau akan mendapat bagian pula daripadanya”. Beliau menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan-Nya”. Lalu turunlah surah Al Kafirun sebagai jawaban terhadap ajakan mereka.
Kemudian Nabi SAW pergi ke Masjidilharam menemui orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul di sana dan membaca surah Al Kafirun, maka mereka berputus asa untuk dapat bekerja sama dengan Nabi SAW. Sejak itu mulailah orang-orang Quraisy meningkatkan permusuhan mereka ke pada Nabi dengan menyakiti beliau dan para sahabatnya, sehingga tiba masanya hijrah ke Madinah.
”Lakum Diinukum Waliya Diin” Ayat pamungkas yang merupakan ringkasan dan kesimpulan seluruh kandungan surat Al-Kaafirun, secara umum semakna dengan firman Allah yang lain dalam QS. Yunus [10]: 41, dan mungkin juga QS. Al-Qashash [28]: 55, serta yang lainnya. Dimana semuanya berintikan pernyataan dan ikrar ketegasan sikap setiap orang beriman terhadap setiap orang kafir, tanpa adanya sedikitpun toleransi, kompromi dan pencampuran, jika terkait secara khusus tentang masalah dan urusan agama masing-masing, yakni yang meliputi aspek aqidah, ritual ibadah dan hukum.
Namun demikian dari sisi yang lain, jika kita renungkan, surat inipun dari awal sampai akhir, sebenarnya juga mengandung makna sikap toleransi Islam dan kaum muslimin terhadap agama lain dan pemeluknya. Yakni berupa sikap pengakuan terhadap eksistensi agama selain Islam dan keberadaan penganut-penganutnya. Meskipun yang dimaksud tentulah sekadar pengakuan terhadap realita, dan sama sekali bukan pengakuan pembenaran.
Dan diperbolehkan untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir dalam berbagai bidang kehidupan umum, Sebagaimana tersirat dalam Al Quran surah Luqman ayat 15 yang artinya; “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. QS [60]: 8
Dan pada surat Al-Mumtahanah ayat 8, Allah ta’ala berfirman : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”

*Burhan Ali, Lc, Mahasiswa Universitas Hassan II – Casablanca, pada program Master jurusan "Akidah dan Agama-agama di Gharb Al Islam dan Pengaruhnya dalam Dialog”
**Artikel untuk mengisi buletin bulanan Sayyidul Ayyam - PPI Maroko edisi Februari 2013.
Sumber:
 

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes