5 Sep 2012

Mengintip Maroko - Kisah 3 Blogger Indonesia yang Pernah ke Maroko

Berikut adalah salah satu artikel yang saya ambil dari buku "Indonesia-Maroko: Lebih dari Sekedar Persahabatan" yang merupakan kumpulan 111 artikel terbaik karya mahasiswa dan pelajar Indonesia dalam ajang lomba menulis tingkat Nasional tentang "Hubungan RI - Maroko : Dulu, Kini dan Esok" yang digelar PPWI pada tahun lalu.

Saya pilih artikel ini bukan karena ada nama saya didalamnya. tetapi juga karena isinya yang berani beda dari artikel-artikel lainnya. berikut isi lengkap beserta biodata penulisnya: 
Saya ingin kehidupan yang menantang dan penuh dengan penaklukan. Saya ingin mengunjungi tempat-tempat asing dan mencicipi lika-liku kehidupan manusia yang warna-warni, bernafas dari pengalaman orang lain, dan akhirnya menemukan inspirasi dari sudut sempit kehidupan saya yang selama ini tampak datar. 

Berangkat dari angan itu, saya pun memulai perjalanan saya ke Maroko, negeri seribu benteng yang memadukan kultur budaya arab dan eropa. Perjalanan menggetarkan yang menempuh jarak 0 km dari sekotak layar di hadapan saya. Saya pun mengintip Maroko dari 3 kisah blogger Indonesia yang pernah ke Maroko.

Seorang blogger asal Cilacap, Burhan Ali, menceritakan kepada dunia bahwasanya beliau merasa menjadi mahasiswa yang paling beruntung karena bisa menimbah ilmu di Maroko. Melalui sebuah tulisannya, beliau bercerita tentang kisah romantisme Indonesia-Maroko yang berawal dari sejarah. Beliau bertutur meskipun Indonesia dan Maroko dipisahkan oleh jarak yang melebihi sepertiga lingkaran bumi, tidak menghalangi kerjasama antara kedua negara. Bahkan Maroko seringkali menyebut Indonesia sebagai “Akh Syaqiq” yang berarti “saudara kandung”.

Semakin lama, saya pun terlarut dalam cerita beliau. Terlebih ketika beliau bercerita tentang sejarah Indonesia-Maroko di pertengahan abad 14 masehi, ketika itu Ibnu Battutah, seorang musafir terkenal, melakukan perjalanan dari Maroko menuju Mesir, India, hingga tiba di Indonesia tepatnya di Samaudra Pasai, Aceh.

Cerita sejarah Indonesia-Maroko pun berlanjut, 4 tahun sejak Maroko meraih kemerdekaan dari kolonial Perancis pada tahun 1956, Presiden Soekarno berkunjung ke Maroko bertemu Raja Muhammad V. Soekarno merupakan presiden pertama yang berkunjung ke Maroko. Selain itu Soekarno juga dianggap sebagai pemimpin revolusi dunia yang membangkitkan semangat kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika.

Dari kunjungan persahabatan itulah yang membuat Raja Mohammed V memberi kenang-kenangan khusus bagi Soekarno yaitu penamaan jalan yang mengambil namanya yaitu Rue (jalan) Soekarno di jantung kota Rabat, ibukota kerajaan Maroko.Tidak hanya jalan Soekarno saja yang ada di kota Rabat ada lagi nama jalan yaitu Rue (jalan) Bandoeng dan jalan Jakarta.

Sebaliknya, Presiden Soekarno pun mengambil nama Casablanca sebagai nama jalan terpenting dan tersibuk di Jakarta, Indonesia. Casablanca ini diambil dari nama kota perdagangan dan pelabuhan penting di Maroko. 

Ternyata kunjungan itu membawa banyak cerita persahabatan yang bisa kita rasakan hingga hari ini.
Kunjungan tersebut juga merupakan awal mula didirikannya kedutaan besar Republik Indonesia di Rabat yang pada awalnya bertempat di Agdal. Selain itu Warga Negara Indonesia juga dibebaskan visa untuk masuk ke Negara Maroko yang bisa kita rasakan hingga sekarang terutama bagi Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Maroko. Sungguh membuat saya terharu dan bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Tidak hanya itu, harmonisme Indonesia dan Maroko semakin tampak jelas saat Indonesia turut berpartisipasi di Festival Teatre International untuk Pemuda ke XI di Taza, Maroko. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Rabat, menampilkan Sendratari Ramayana yang sedikit menyimpang dari aslinya. Dan itu merupakan pertama kalinya kisah Ramayana dilakonkan dalam bahasa Arab.

Cerita lain dituliskan oleh Dedy W. Sanusi, seorang mahasiswa Indonesia yang menerima beasiswa S2 di Maroko melalui Agence Marocaine de Cooperation Internationale (AMCI). Beliau juga mengaku senang bisa belajar islam di Maroko. Beliau bercerita banyak tentang dosen-dosennya selama di Maroko yang sangat ramah. Nyaris tidak pernah berkata “tidak” ketika dimintai sesuatu, bahkan salah seorang dosennya yang bernama Dr. Abdullah As-Syarif membuka pintu rumah dan perpustakaan pribadinya setiap hari untuk memenuhi rasa ingin tahu murid-muridnya yang berasal dari Indonesia.

Beliau juga menuturkan keinginannya untuk mendirikan lembaga penelitian islam Indonesia-Maroko. Menurutnya, hubungan Indonesia dan Maroko lebih dari sekedar hubungan diplomatik, tetapi juga intelektual dan keagamaan. Misalnya, kitab al-Ajrumiyah, yang dikarang ulama Maroko Syekh Shanhaji, kitab itu sangat akrab dengan kalangan pesantren di Indonesia. Begitu juga dengan Tarekat Tijaniyah yang berpusat di Fes, memiliki banyak pengikut di Indonesia. Ciri khas keberagamaan yang moderat, seimbang dan toleran sama-sama berlaku di Maroko dan Indonesia.

Atas dalih itulah beliau menyimpukan bahwa banyak hal yang harus dipelajari bersama untuk menguatkan hubungan persahabatan kedua negara untuk memberikan model Islam yang selalu sesuai dengan perkembangan dunia.

Cerita terakhir datang dari seorang blogger yang tidak menyebutkan namanya. Beliau seringkali menyebut dirinya “Sang Penjelajah Maroko”. Sepertinya nama itu tepat untuknya karena beliau sangat sering menulis tentang keindahan Maroko. Dalam blognya, beliau banyak menampilkan foto-foto Maroko yang benar-benar membuat saya berdecak kagum.

Mata saya pun tertuju pada sebuah gambar kota tua yang ada di Maroko yakni Meknes, kota tua peninggalan bangsa romawi yang sangat eksotis dengan bangunan romawi yang tampak kokoh. Gambar gurun pasir di kota ini juga membuat saya terhanyut, apalagi melihat siluet keemasan dengan beberapa bayangan unta di sana. Susah rasanya menyembunyikan letupan rasa kagum terhadap Maroko.

Dan pada akhirnya ketiga cerita blogger di atas memberi saya banyak pengalaman. Entah suatu hari impian saya untuk ke negeri seribu benteng itu bisa terwujud atau tidak, yang terpenting saya bisa berbangga menjadi bangsa Indonesia, bangsa yang dianggap sebagai saudara kandung oleh bangsa Maroko. Limu puluh tahun sudah pershabatan ini berlangsung, dan semoga akan terus berlanjut, hari ini, besok, dan mungkin untuk selamanya hingga persahabatan itu akan kutitipkan ke anak cucu ku kelak. Besar harapan suatu saat kerja sama ini mengalami ekspansi, tidak hanya bidang pendidikan, tetapi juga bidang pariwisata, budaya, ekonomi, keamanan dan lain-lain.

Referensi :
http://ali-burhan.blogspot.com/2011/04/berawal-dari-sejarah-indonesia-maroko.html
http://jelajah-maroko.blogspot.com/2010/04/maroko.html
http://featuresdedywsanusi.blogspot.com/2008/04/cerita-baru-dari-negeri-matahari.html

Biodata Penulis:
Nama lengkap: Khairul Faiz
Tempat/tanggal lahir: Ujung Pandang, 05 Desember 1990
Nama sekolah/universitas: Politeknik Negeri Ujung Pandang
Alamat sekolah/universitas: Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Makassar
Alamat rumah: Jl.Nipa-nipa dalam 1 No. 16 Blok 3 Perumnas Antang, Makassar 90234
Nomor telepon seluler : 085255238825 / 0411-491350
Alamat e-mail: faizlagi@ovi.com
Facebook: Khairul Faiz
Twitter : @daengfaiz
Blog : http://blogpejantantanggung.blogspot.com

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes