28 Agu 2011
Ramadhan Dengan Spirit Sosial
04.28.00
Burhan Ali
No comments
Dalam hitungan hari lagi bulan ramadhan akan segera meninggalkan kita, dan kita pun tidak tahu apakah ramadhan yang akan datang masih bisa berjumpa lagi dengan bulan yang penuh hikmah tersebut.
Dikarenakan besarnya hikmah dan isi di bulan ramadhan kita pun berharap agar ramadhan ada pada tiap-tiap bulan, sebagaimana hadist rasululloh saw “Sekiranya hamba-hamba Allah itu mengetahui apa–apa yang terdapat di bulan Ramadhan, niscaya mereka akan berharap seluruh tahun isinya ramadhan”. (HR. At-Thobroni).
Namun walau bagaimanapun, bulan ramadhan akan segera berlalu tanpa memperdulikan setiap hamba yang mengharapakannya karena itu sudah ketentuan dari Yang Maha Menentukan Alloh swt.
Sebagai insan yang taat, sudah seharusnyalah bagi kita untuk tetap mengamalkan apa yang menjadi pesan dan isi dari bulan ramadhan walau bulan tersebut akan berlalu, sehingga bulan yang penuh berkah akan tetap terasa pada bulan-bulan yang lain.
Ramadhan mengajarkan kepada kita akan nilai-nilai sosial dan spirit kebersamaan yang terkandung dalam amalan-amalan baik amalan yang wajib maupun yang sunah sebagaimana yang akan kita pelajari bersama berikut ini.
Ibadah dalam syariat islam, selain berorientasi pada perbaikan diri, ibadah juga berdimensi sosial. Sholat misalnya, ibadah yang merupakan kewajiban pribadi ini harus berimbas pada kesholihan sosial. Dalam Al-Qur’an di jelaskan bahwa “Inna sholata tanha ‘anil fahsyaai wal munkar “ (artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar). Dari ayat diatas maknanya jelas bahwa dengan sholat – jika sholatnya benar – seorang muslim akan terjaga dari kekejian dan kemunkaran.
Zakat juga demikian, ia adalah upaya pembersihan harta yang telah dirizkikan oleh Alloh kepada kita. Dengan kewajiban itu ada kaum dhu’afa yang ikut menikmati sebagian rizki dari Alloh itu. Selain berorientasi Illahiyah, zakat nyatanya juga akan mampu menghapus sekat antara kaum berpunya dan dhuafa.
Puasa pun demikian, shaum memberikan energi kepada kaum muslimin untuk lebih sensitif dalam merasakan penderitaan kaum mustadh’afin. Tidak hanya menahan haus dan lapar, menahan hawa nafsu juga meningkatkan kepiawaian muslim dalam mengelola manajemen pribadi untuk lebih cerdas menahan emosi yang berujung pada perbaikan hubungan sosial kita di tengah komunitas sosial manusia.
Dengan menghadiri majelis keilmuan, sholat tarawih berjamaah, mengikuti aneka kegiatan ifthor jama’i (buka bersama) akan membuat muslimah jadi ‘gaul’ dengan lingkungan. Nggak cuma gaul thok, tapi ikatan silaturahim juga bisa lebih dijaga. Dan ketika Ramadhan telah berlalu, nggak ada salahnya jika muslimah melanjutkan ‘tali kasih’ yang sudah terjalin itu. Apalagi, yang demikian itu merupakan salah satu dari rangkaian dakwah, yang tujuannya jelas untuk merangkul semua kalangan dalam rangka sama-sama mencari ridho Alloh swt.
Dan, secara sosial, kata Hassan Hanafi dalam al-Din wa al-Tsawrah (1990: 63), puasa melatih kepekaan atas nasib sesama yang menderita kelaparan dan kehausan. Dalam konteks itulah kita bisa memahami adanya perintah untuk mengeluarkan zakat fitrah di penghujung bulan Ramadan bahkan sejak awal memasuki Ramadhan sudah terlihat kepekaan itu dengan berbuka bersama di Masjid-masjid, di suarau, di kantor bahkan di jalan-jalan, dan semakin lama semakin terasa rasa kebersamaan, persaudaraan dan kecintaan kita pada sesama.
“Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga”. Mereka itu adalah orang yang telah menjadikan ibadah puasa sebagai sebuah rutinitas, tanpa ruh-spirit. Termasuk juga, mereka yang melakukan ritual puasa pribadi, tapi melupakan pesan untuk melakukan puasa sosial. Puasa yang demikian adalah puasa yang tidak sinkron dengan janji-janji ideal Islam.
Perubahan paling mencolok yang diharapkan muncul dari taqwa sebagai buah dari puasa adalah kesadaran sosial akan nasib dan penderitaan sebagian besar kelompok masyarakat yang masuk dalam kelompok fakir, miskin, dhuafa’, dan mustadh’afin. Mereka inilah kelompok yang secara sosial dan ekonomi lemah dan tidak berdaya sehingga posisi dan eksistesinya sama sekali tidak diindahkan oleh golongan masyarakat di atasnya yang memiliki lebih banyak sumber daya. Tak heran jika kelemahan ini bukan hanya bersifat duniawi berupa kekurangan pada materi, tetapi juga kekurangan ukhrawi yang membuat mereka rentan dengan kekufuran. Sabda Nabi Saw : “Kaada al-faqru an yakuuna kufran” hampir-hampir kefakiran membawa seseorang pada kekufuran.
Dari aspek sosial, shalat berjama’ah merupakan manifestasi dari ittihadul muslim (bersatunya umat islam). Tanpa adanya pecah bela diantara mereka. Tanpa memandang derajat antara kaya dan miskin. Bersatu padu dalam komando seorang imam. Hal ini telah di gambarkan oleh rasulullah saw ketika mempersaudarakan para sahabat dari golongan anshar (orag-orang yang menyambut kedatangan rasulullah saw) dan golongan muhajirin (orang-orang yang hjrah bersama rasullullah saw). beliau mengatakan bahwa ukhuwah tercipta dengan adanya satu rasa sebagai saudara seiman dan seislam yang akan tumbuh secara perlahan-lahan dengan salah satu medianya berupa sholat jama’ah.
Seorang tokoh orientalis mengataan bahwa Islam akan tetap berdiri kokoh jika tiga perkara masih kokoh berdiri, yaitu sholat jumat -yang sudah barang tentu dilakukan secara berjamaah-, mekkah masih menjadi kiblat umat Islam dan puasa Ramadhan. Dari sini cukup jelas bahwa bentuk ibadah yang di lakukan secara berjama’ah merupakan basic dari pada kekuatan umat Islam.
Disamping itu, ibadah sholat yang di lakuan secara jama’ah akan menciptakan rasa empati terhadap sesama, hingga akhirnya tercipta sebuah rasa kasih sayang antar sesama muslim yang berawal dari ta’aruf (saling mengenal).
Sebagai gambaran nyata, masyarakat saat ini pada umumnya disibukan dengan berbagai aktivitas sehari-hari, sehingga untuk mengenal atau bertemu tetangganya sendiri saja serasa sulit sekali. Akan tetapi dengan adanya sholat berjama’ah seperti sholat lima waktu ataupun shalat jumaat dan shalat tarawih di bulan ramadhan maka akan memberikan solusi untuk saling mengenal dan menjalin silaturrahmi antar sesama. Dan ini merupakan yang diajarkan dalam islam, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, ”Dan sesungguhnya kami jadikan kalian dari berbagai kaum dan suku agar kalian saling mengenal.” (Al Hujarat:13).
Sedangkan balasan bagi mereka yang melakuan shalat berjama’ah ialah pahala yang berlipat ganda. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw., ”sholat berjama’ah lebih utama di banding shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (muttafaqun ‘alaih dari Ibnu umar). Hadits ini setidaknya memberikan motivasi kepada kita untuk senantiasa berlomba-lomba dalam melaksanakan ibadah shalat secara berjama’ah.
Kesadaran sosial adalah mandat dari Yang Maha Hidup agar melakukan peran nyata yang disebut sebagai peran sosial, sebuah persembahan terbaik dalam kehidupan nyata untuk kesejahteraan masyarakat. Sebab manusia yang terbaik adalah mereka yang punya spirit memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat.
Spirit melakukan interaksi dalam kehidupan bermasyarakat adalah agar manusia dapat memberikan yang terbaik bagi orang lain. Pengabdian hidup kepada Sang Maha Kuasa menjadi tingkatan pertama dalam tahap mencapai kecerdasan spiritual.
Nah.. di bulan yang penuh rahmat ini, segala ibadah didorong untuk lebih optimal. Artinya, karena ibadah-ibadah itu semuanya berdimensi sosial, maka harapannya seorang muslim selaku komponen dalam kehidupan masyarakat juga mampu mengambil andil dalam kebaikan di Ramadhan ini. Dan, tentunya itu harus berlanjut di bulan-bulan berikutnya. (Ba)
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.