1 Jan 2010

Celakalah orang yang shalat



Mengapa ketika seseorang yang melaksanakan shalat malahan dikatakan orang yang celaka? Seperti dalam surat al- Ma’un ayat 4 yang artinya "Maka celakalah orang yang shalat". Pada ayat berikutnya di jelaskan bahwa orang yang mendapat celaka dalam shalatnya :"(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya."

Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud dari shalat itu, sehingga meskipun dia mengerjakan shalat, namun shalatnya itu tidaklah dari kesadaran akan maksud dan hikmahnya.

Yang di maksud celaka adalah apabila seseorang telah melakukan shalat, tetapi shalat itu tidak membawa manfaat dan kebaikan sama sekali; karena tidak dikerjakannya dengan sungguh-sungguh ; masih setengah-setengah dalam menjalankannya ; tidak peduli apakah shalatnya sudah benar atau tidak, dan shalat hanya penggugur kewajiban saja. Tidak timbul dari kesadarannya sebagaiseorang Hamba Allah, "maka laksanakanlah shalat shalat karena tuhanmu"(QS. al-Kaustar ; 2), yang sudah sewajarnya dia memperhambakan diri kepada Allah dan mengerjakan shalat sebagaimana yang diperintahkan Allah dengan perantaraan Nabi-Nya. Pernah Nabi s.a.w. melihat seorang sahabatnya yang terlambat datang ke mesjid sehingga ketinggalan dari shalat berjamaah, lalu dia pun shalat sendiri. Setelah dia selesai shalat, Nabi s.a.w. menyuruhnya mengulang shalatnya kembali. Karena yang tadi itu dia belum shalat. Dia belum mengerjakannya dengan sesungguhnya.




Dan termasuk orang yang celaka karena shalatnya adalah ketika dalam menjalankan shalat dengan tidak penuh kekhusyu’an, padahal Allah ta’ala telah menyeru dalam al-Qur’an “peliharalah semua shalat dan shalat wusta, dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyu’ ”(QS. Al-Baqarah : 238). “Tidak ada bagi seorang yang datang kepadanya shalat wajib, lalu ia memperbaiki wudhu'nya, khusyu'nya dan ruku'nya, kecuali sholat itu akan menghapuskan dosa-dosanya yang telah lalu,  selama ia tidak melakukan dosa-dosa besar, dan hal ini untuk setiap masa”. (HR. Muslim).
Shalat yang khusyu adalah shalat yang dikerjakan dalam nuansa harap, cemas, dan cinta, serta dengan takbir yang sempurna, lantunan ayat yang tartil, ruku’ dengan tawadhu, sujud dengan diliputi kerendahan hati serta keikhlasan. Tentu tidak lupa harus sesuai dengan syariat. Sebagai tips agar shalat kita lebih khusyu’, “Shalatlah seperti shalat orang yang berpamitan, seakan-akan ini adalah shalat yang terakhir dalam hidup kita dan seakan-akan kita melihat-Nya, walaupun kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Jika kamu berdiri untuk melaksanakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang-orang yang akan berpisah (meninggal).” (HR. Ibnu Majah)

Dan shalat itu juga dilakukan pada waktu yang telah di tentukan, Allah ta’ala berfirman “Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”  (QS. an-Nisa : 103) tidak megakhirkan waktu shalat atau juga tidak shalat di luar waktunya. Seperti banyak kita lihat pada saat sekarang orang yang mengakhirkan shalatnya dari pada  acara televisi yang sedang berlangsung. Sabda Nabi s.a.w “Sebaik-baik amal adalah shalat  pada awal waktunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sudahkah shalat kita sesuai syariat?
Sudahkah kita yakin bahwa shalat kita sudah sesuai dengan syariat? Meski kita sudah melaksanakan shalat setiap hari lima waktu. Marilah kita bertanya, bagaimana cara shalat yang benar ? apakah takbiratul ihram kita sudah benar? Jika ya, tahukah ayat atau hadits yang membuktikan bahwa takbiratul ihram kita itu sudah benar? Jika kita masih ragu atau masih belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, berarti kita masih perlu belajar, masih perlu membuka buku-buku fiqh dari ulama terpercaya., mempelajari dengan mengetahui dalil-dalil yang membuktikan kebenaran tersebut.


Tidak sedikit orang yang mengatakan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad s.a.w., dan masing-masing berkeyakinan bahwa shalat yang dilakukannya telah benar dan sesuai tuntunan syari'ah Islam. Kalau perbedaan yang ada benar-benar didasarkan atas hadits/sunnah yang sahih tidaklah mengapa. Tetapi kalau hanya berdasarkan cerita burung yang bersambung, maka telitilah kembali sunnah Rasulullah Muhammad s.a.w. yang berhubungan dengan sifat shalat beliau s.a.w.. Imam Ahmad berkata: Janganlah engkau mengikuti aku, dan jangan pula engkau mengikuti (Imam)  Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri; tetapi ambilah darimana mereka  mengambil (Qur'an-Sunnah). Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah Muhammad s.a.w., maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran. (Al-Manaqib,).

Di antara mereka, yaitu orang-orang yang senantiasa melakukan sholat kepada Allah SWT, ada yang ingin mempelajari dan senantiasa berusaha untuk menyempurnakan sholatnya baik dengan membaca, bertanya, berdiskusi serta berbagai cara lainnya. Disamping itu mereka tetap menjaga kontinuitas shalatnya dengan penuh harap-cemas mudah-mudahan Allah SWT menerima sholat yang telah didirikannya. Sebab sabda Rasulullah Muhammad s.a.w.: “Sesungguhnya hamba itu akan melakukan sholat. Namun mereka tidak akan mendapatkan pahala, kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, seperenamnya, seperempatnya, sepertiganya atau separuhnya”.(Ibnul-Mubarok, Abu Dawud dan Nasa'i: shahih).

Hadits ini senantiasa mengingatkan mereka agar tetap dan terus-menerus berusaha menyempurnakan shaatnya dari waktu-kewaktu, dan mereka selalu memohon penuh harap kepada Allah SWT mudah-mudahan Dia (Al-Mujieb) Yang Maha Mengabulkan permohonan hambanya, menerima amal ibadah yang telah dilakukan, memaafkan kesalahan-kesalahan yang ada dan memberikan tuntunan kepada kesempurnaan beribadah. Sabda Rasulullah Muhammad s.a.w.: “Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka baiklah seluruh amal ibadahnya selama di dunia, dan apabila shalatnya rusak/buruk maka rusakalah seluruh amal perbuatan yang telah ia kerjakan selama di dunia”.(An-Nasa'i & At-Tirmidzi).


Ucapan Rasulullah Muhammad s.a.w. di atas, selalu bergaung dalam pendengaran kita dan menimbulkan kegairahan yang kuat agar senantiasa berada dekat dengan Rabbnya sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.: “Paling dekat seorang hamba kepada Rabbnya ialah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah do'a (saat bersujud).”(HR. Muslim) menjadikan mereka merasa sesuatu yang kurang bilamana waktu sholat telah masuk dan kewajiban belum ditunaikan. Kenikmatan ketika berbicara, berbisik dan memohon ampunan kepada Al-Ghofuur (Yang Mahan Mengampuni) adalah kerinduan yang dirindukan di atas segala.

Shalat dan sabar adalah penolong.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah:45-46)
Kita sering kali mencari pertolongan ke sana ke mari saat kita ditimpa masalah, namun kita, malah sering lupa untuk meminta pertolongan kepada Allah SWT melalui shalat dan shabar. Shalat adalah bukti ketundukan kita kepada Allah SWT, shalat adalah do’a, shalat adalah ibadah yang bukan hanya memuji Allah SWT tetapi juga berisi permintaan-permintaan kita kepada Allah SWT. Alangkah indahnya dalam sujud dan ruku’ kita mensucikan dan memuji Allah sebagai simbol ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah SWT. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, jangankan kepada makhluq-Nya yang tunduk dan taat, bahkan kepada orang orang yang membangkang pun dengan segala kesombongannya, Allah masih tetap memberikan nikmat tiada tara. Bukan sembarang shalat yang akan menjadi penolong kita. Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa orang yang bisa menjadikan shabar dan shalat sebagai penolong ialah mereka yang khusyu’. Tidak ada ukuran baku dalam shalat khusyu’, oleh karena itu kembali kita meminta kepada Allah SWT agar menjadikan shalat kita dengan khusyu’.

Niat pangkal seluruh aktifitas.
Dari Umar bin Khatab, ia berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapati apa yang diniatinya.” (HR. Bukhari 1:9 & Muslim 6:48)
Niat itu adalah maksud /keinginan menyengaja dengan kesungguhan hati untuk mengerjakan shalat semata-mata karena menaati perintah Allah SWT sesuai dengan tuntunan Rasulullah s.a.w. Ibnu Taimiyyah berkata: “tempat niat itu di hati bukan di lisan, menurut kesepakatan para Imam kaum muslimin dalam semua masalah ibadah. Sehingga seandainya seseorang berkata dengan lisannya berlainan dengan apa yang diniatkandalam hatinya, maka yang dianggap adalah apa-apa yang diniatkan oleh hatinya bukan yang dilafazhkan. Dan seandainya seorang berkata secara lisan tentang niatnya tetapi niatnya tidak sampai kehatinya, maka yang demikian tidak mencukupi menurut kesepakatan para Imam kaum Muslimin, karena niat adalah kesengajaan maksud dan kesungguhan dalam hati. (Majmuu'atir-Rosaailil Kubro1:243).

Keutamaan sujud
Rasulullah s.a.w. juga bersabda: “Tidak ada satu orangpun di antara umatku yang tidak aku ketahui pada hari kiamat.” Mereka (sahabat) bertanya, "Bagaimana engkau dapat mengetahuinya wahai Rasulullah, sedangkan engkau berada di tengah-tengah banyaknya makhluk? Beliau s.a.w. bersabda: “Apakah engkau dapat mengetahui sekiranya engkau memasuki tumpukan makanan yang di dalamnya terdapat sekumpulan kuda berwarna hitam pekat yang tidak dapat tertutup oleh warna lain, dan di dalamnya terdapat pula kuda putih bersih, dapatkah engkau melihatnya?” Mereka berkata: "Tentu"!!!. Beliau s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya umatku pada hari itu berwajah putih berseri karena sujud dan karena wudhu'.” (HR.Ahmad dengan sanad yang sahih; Tirmidzi, sahih).



0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes