Ajaran Islam sangat concern terhadap permasalahan maaf-memaafkan, di mana ia merupakan suatu dimensi sosial kehidupan yang menurut Al-Quran sangat sentral untuk ditegakkan. Karena dari sinilah kehidupan kemasyarakatan yang sehat dimulai. Jika suatu masyarakat telah tumbuh saling curiga, fitnah, dan semangat balas dendam, maka sebuah pertanda bahwa masyarakat tersebut sedang sakit. Alhamdulillah, kiranya penyakit ini semakin menjauh dari kehidupan masyarakat kita. Sehingga kedamaian yang kita dambakan insya Allah sebentar lagi terwujud.
Salah satu hikmah silaturahmi adalah menjaga hubungan yang terjalin dengan baik agar tidak mengalami kerentangan yang bisa manimbulkan permusuhan dan perselisihan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Hikmah ini merupakan hikmah yang terbesar diantara hikmah-hikmah yang lain. Dan hikmah yang satu ini sangat dibutuhkan oleh bangsa kita yang sekarang sedang mengalami keretakan antara berbagai pihak, karena saling curiga dan saling menuduh satu sama lain.
Lebih jauh kita perlu meneladani sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan akhlak Al-Quran. Setelah berhasil menaklukkan kota Makkah dalam peristiwa pembebasan kota Makkah dan memegang tampuk kekuasaan tertinggi, Rasulullah sama sekali tidak menyimpan dendam. Sebagai pemimipin yang didukung penuh oleh kekuatan rakyat, Rasulullah dapat berbuat apa saja kepada musuhnya. Namun, beliau justru memaafkan mereka yang telah menyakiti dan berbuat aniaya kepada dirinya, keluarganya, dan para pengikutnya. Dengan kekuatan maaf, beliau berhasil membangun rekonsiliasi, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk melupakan masa lalu dan membangun masa depan. Rasulullah berhasil.
Selanjutnya kekuatan maaf juga mampu membesarkan Afrika Selatan melalui tokohnya, Nelson Mandela. Setelah sukses menumbangkan rezim apartheid dan memegang tampuk kekuasaan dengan slogan healing the past, facing the future, Mandela berhasil membangun rekonsiliasi nasional. Mandela pun berhasil.
Belajar dari sejarah tersebut, tentunya kita dapat melakukan hal yang sama dengan memulainya dari hal yang paling kecil sampai kepada hal yang lebih besar. Mulai dari hal yang bersifat individu sampai kepada hal yang bersifat kepentingan nasional. Mulai dari lingkungan terdekat sampai ke lingkungan terjauh sekalipun.
Oleh karenanya, kita sebagai kaum Muslimin dengan kesadaran penuh saling maaf-memaafkan kepada sesama dalam rangka memulai hidup baru. Mungkin sikap seperti ini masih sangat berat untuk dilaksanakan, tetapi kalau kita mampu bersikap sebagaimana yang telah diteladankan Nabi Muhammad SAW, maka insya Allah rahmat Allah akan senantiasa lebih dekat dengan kita semua.
Bukankah Allah SWT senantiasa mengingatkan kepada kita semua bahwa sesuatu yang kita benci itu, belum tentu itu buruk bagi kita dan bisa jadi membawa kebaikan bagi kita, dan juga pada sesuatu yang kita senangi, belum tentu itu baik bagi kita dan bisa jdi malah membawa keburukan bagi kita. Inilah hikmah kehidupan di balik sikap saling memaafkan, di mana pada dasarnya sikap ini akan melahirkan implikasi terhadap suasana batin yang menyenangkan bagi semua pihak dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya apabila kita melakukan kesalahan, maka segeralah meminta maaf dengan niat yang tulus.
Dengan saling memaafkan tercipta suasana batin yang kondusif antara berbagai pihak. Karena pada dasarnya persoalan maaf-memaafkan bukanlah semata urusan perkataan, melainkan juga adanya suasana batin yang kondusif, sehingga mampu mendorong terciptanya kesadaran yang tulus untuk memberi dan menerima maaf.
25 Jan 2009
Maaf...
08.54.00
Burhan Ali
No comments
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.