“Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
Pada ayat ini menurut ahli
tafsir, bahwa yang di maksud dengan orang yang mempunya pengetahuan adalah
orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab. Yaitu orang-orang
yang sudah diberi petunjuk dan ilmu oleh Allah ta’ala kepada mereka melalui
kitab-kitab sebelumnya, seperti kitab Taurat, Zabur dan Injil.
Namun ayat ini juga bias berarti menjadi luas yaitu perintah
kepada orang awam atau orang-orang yang tidak mempunyai ilmu tentang sesuatu
untuk bertanya kepada siapa saja yang mempunyai ilmu atau ahlinya.
Jika orang tidak tahu tentang
dunia maka bertanyalah pada ahlinya, jika orang tidak tahu masalah hukum maka
bertanyalah pada ahli hukum, jika orang tidak tahu masalah politik, bertanyalah
pada ahli politik, jika orang tidak tahu masalah ekonomi, seni, dan lainnya
maka bertanyalah semua kepada ahlinya masing-masing.
Begitu juga dengan masalah agama
maka bertanyalah pada ulama-ulama, karena setiap umat islam itu wajib
mengetahui setiap hukum yang berkaitan dengan ilmu-ilmu agama yang bersifat
doruri(keharusan) seperti akidah, ibadah, iman dan lainnya.
Seperti yang telah dikatakan oleh
Syekh Abu Abdullah Muhamad bin Abdullah Al Murry, atau yang lebih terkenal
dengan Ibn Abi Zamanain dalam Mukadimah kitabnya “Usul As Sunnah”,
beliau mengatakan: “Tidak ada alasan bagi orang jahil(bodoh) untuk meninggalkan
pertanyaan atau pencarian tentang usul iman, agama, atau syari’at bagi umat
islam. Sebab Allah ta’ala telah mewajibkan melalui firmanNya ‘Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui’(An
Nahl; 43). Begitu juga tidak ada alasan bagi orang alim (pintar) untuk
menyembunyikan apa-apa yang ada di Al Quran dan As Sunnah kepada orang-orang
yang tidak mengetahuinya, Karena Allah ta’ala telah mengambil perjanjian dari
orang-orang yang di beri ilmu itu ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya’(Ali Imran; 187)”.
Seperti
yang di katakan oleh
Syekh Ibn Abi Zamanain di atas, bahwa kewajiban bagi orang alim adalah
menyampaikan ilmu yang sudah didapat kepada orang-orang yang tidak
mengetahuinya dan tidak memendam ilmunya untuk dirinya sendiri.
Allah ta’ala berfirman: “ dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia,
dan jangan kamu menyembunyikannya," (Ali Imran; 187)
Ayat ini turun kepada ahli kitab
yang sebelumnya telah diberi ilmu tentang kebenaran yang akan datang, yaitu
datangnya seorang nabi yang membawa risalah kebenaran, yaitu Muhammad saw. Namun
mereka (ahli kitab) menyembunyikannya tentang kebenaran itu.
Dan Allah ta’ala pasti akan
menghukum orang-orang yang menyembunyikan ilmu dari orang yang membutuhkan.
Dalam sebuah hadist shahih, Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa yang ditanya
tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya maka ia akan dikekang oleh api neraka
pada hari kiamat” (H.R. Imam Ahmad)
Demikianlah kewajiban bagi orang
yang tidak tahu dan orang yang tahu. Jika semua umat islam menerapkan ajaran
ini, maka tidak ada lagi orang yang bodoh didunia ini. Hanya Allah-lah yang
maha mengetahui tentang kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah meninggalkan tilasan disini.