17 Mei 2013

Apakah Orang Kafir Melihat Allah SWT?


Dalam masalah ini, seperti yang tertera pada judul diatas, sempat terjadi perdebatan yang sengit antara ulama-ulama, bahkan ikut merembet ke kalangan masyarakat umum hingga jadi pertentangan antara satu golongan dengan golongan yang lain, mereka keluar baik yang dirumah maupun yang di pasar-pasar, dan hampir saja terjadi pertikaian yang bisa mengakibatkan pembunuhan.

Pada saat terjadi masalah-yang genting itu, seorang laki-laki yang memiliki ahklakul hasanah berdiri dan pergi dari kediamannya dengan menaiki himar (keledai) nya. Ia menyusuri perkampungan-perkampungan, tidak ada tempat yang terdapat seorang alim dan fakih kecuali ia singgahi untuk bertanya tentang permasalah yang sedang terjadi didaerahnya itu.

Ia terus berjalan menyusuri tempat-tempat orang ahli Ilmu, ahli hadist, ahli kalam dan seterusnya untuk berdiskusi tentang masalah yang ia bawa itu.

Hingga ada seseorang yang berkata : “Seandainya engkau pergi kepada Syekh Abu ‘Imran alFasi, engkau akan mendapatkan jawaban dari permasalahan itu”. Dengan petunjuk itu, ia pun segera bergegas menuju tempat kediaman syekh yang dimaksud itu dan diikuti oleh jamaah yang lain.

Tak lama kemudian orang-orang berdatangan kerumah Syekh. Dan Syekh pun mempersilahkan tamu-tamunya itu, kemudian berkata kepada mereka : “Sesungguhnya kalian tahu, bahwa jika terjadi suatu permasalahan di masyarakat, mereka akan pergi kepada ulama-ulamanya, karena yang terjadi dipasar itu hanyalah berupa bualan-bualan kosong yang tidak menyelesaikan masalah. Begitupun dengan permasalahan yang tengah terjadi ini”.

Kemudian Syekh Abu ‘Imran melanjutkan perkataannya : “Jikalau kalian diam dan mendengarkannya dengan baik, akan ku beritahukan tentang semua yang kumiliki”.

Orang-orang pun berkata kepada syekh : “yang kami inginkan hanyalah jawaban yang jelas sesuai dengan kemampuan pemahaman kami”.

Dan Syekh Abu Imran pun menjawab : “Billahi attaufiq”, sambil menghela nafas dan melanjutkan perkataannya, “Tidak ada yang berbicara kecuali hanya satu orang dan yang lainnya menyimak”.

Syekh Abu Imran pun memulainya dengan berkata: “Apakah kalian tidak melihat, seandainya aku bertemu dengan seseorang dan berkata kepadanya ‘apakah kamu tahu Abu Imran Alfasi?’, dia jawab: ‘Ya, aku mengenalnya’, kemudian bertanya lagi: ‘Ceritakan kepadaku tentang ciri-ciri dan sifatnya!’. Dan dijawab: ‘Dia adalah seorang laki-laki yang menjual barang-barang seperti keranjang, gandum, minyak di pasar Bani Hisyam, dan ia tinggal di pedalaman’. Kemudian Abu Imran pun berkata lagi: ‘ Apakah kamu mengenaliku?’, di jawab ‘tidak’.

Kemudian beliau melanjutkan penjelasannya lagi : “Setelah itu, ku bertemu lagi dengan orang lain dan berkata kepadanya: ‘Apakah kamu tahu Syekh Abu Imran?, kemudian dijawab: ‘Ya, aku mengenalnya’. Berkata lagi : ‘ Ceritakan kepadaku tentang ciri-ciri dan cifatnya?’ kemudian dijawab : ‘ Dia Seorang laki-laki yang mengajarkan ilmu, berfatwa untuk menyelesaikan permasalahan manusia, ia tinggal di perkampungan’.  Kemudian Abu Imran pun berkata lagi: ‘ Apakah kamu mengenaliku?’, di jawab ‘Ya’…

Setelah bercerita syekh menjelaskan : “Orang pertama yang ditanya apakah ia mengenaliku dan menjawab ‘tidak’, itu diibaratkan seperti orang kafir yang berkata tentang tuhannya:‘Yaitu (tuhan) yang memiliki anak, bersekutu, berjasad dan menyerupai makhluk’ , dia ingin menyembah tuhannya dengan sifat yang ia ketahui itu, ia tidak mengenali tuhannya kecuali dengan sifat-sifat itu. Berbeda dengan orang Mukmin (beriman) yang berkata : ‘Bahwa yang disembah adalah Allah yang Maha Esa, yang tidak memiliki anak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia (surat Al Ikhlas).’ Dan yang kedua ini (orang mukmin) telah mengetahui Allah yang disembahnya dengan segala sifat-sifat-Nya, dan ia bermaksud menyembah-Nya dengan sifat ketuhanan-Nya”.

Kemudian orang-orang pun berdiri dan berkata kepada syekh: “Jazakallahu khairan, engkau telah mengobati apa yang ada didalam diri  kami”. Kemudian mereka mendoakan syekh, dan setelah kejadian itu maka masalah itu pun tidak pernah muncul lagi di kalangan masyarakat.



********************
Demikianlah sepenggal kisah tentang kearifan seorang ulama Maroko, Syekh Abu ‘Imran alFasi, meninggal tahun 430 H, yang bernama asli Musa bin ‘Isa bin Abi Haj, yang lebih dikenal dengan Abu ‘Imran Alfasi, beliau lahir pada tahun 368 H seperti yang dinukil oleh imam Ibn Abdil Bar, namun menurut Abu ‘Amr Addani beliau lahir tahun 365, yang  ini lebih pas seperti yang tertera pada kitab “Al-Madarik” dan “Ad-Dibaj”. Beliau besar dan belajar menuntut ilmu kepada Ulama-ulama Fes, kemudian di Qaraouiyyine, Qordoba, Bilad al Masyriq, Baghdad dan Makkah.

Di ambil dari kitab: “Dzikrayat Masyahir  Rijal al-Maghrib” pengarang : Syekh Abdulloh Gennoun Maghriby, Juz1. dan diterjemahkan oleh : Burhan Ali, Lc.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes