28 Agu 2011

Ramadhan Dengan Spirit Sosial


Dalam hitungan hari lagi bulan ramadhan akan segera meninggalkan kita, dan kita pun tidak tahu apakah ramadhan yang akan datang masih bisa berjumpa lagi dengan bulan yang penuh hikmah tersebut.

Dikarenakan besarnya hikmah dan isi di bulan ramadhan kita pun berharap agar ramadhan ada pada tiap-tiap bulan, sebagaimana hadist rasululloh saw “Sekiranya hamba-hamba Allah itu mengetahui apa–apa yang terdapat di bulan Ramadhan, niscaya mereka akan berharap seluruh tahun isinya ramadhan”. (HR. At-Thobroni).

Namun walau bagaimanapun, bulan ramadhan akan segera berlalu tanpa memperdulikan setiap hamba yang mengharapakannya karena itu sudah ketentuan dari Yang Maha Menentukan Alloh swt.

Sebagai insan yang taat, sudah seharusnyalah bagi kita untuk tetap mengamalkan apa yang menjadi pesan dan isi dari bulan ramadhan walau bulan tersebut akan berlalu, sehingga bulan yang penuh berkah akan tetap terasa pada bulan-bulan yang lain.

Ramadhan mengajarkan kepada kita akan nilai-nilai sosial dan spirit kebersamaan yang terkandung dalam amalan-amalan baik amalan yang wajib maupun yang sunah sebagaimana yang akan kita pelajari bersama berikut ini.

Ibadah dalam syariat islam, selain berorientasi pada perbaikan diri, ibadah juga berdimensi sosial. Sholat misalnya, ibadah yang merupakan kewajiban pribadi ini harus berimbas  pada kesholihan sosial. Dalam Al-Qur’an di jelaskan bahwa “Inna sholata tanha ‘anil fahsyaai wal munkar “ (artinya: Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar). Dari ayat diatas maknanya jelas bahwa dengan sholat – jika sholatnya benar – seorang muslim akan terjaga dari kekejian dan kemunkaran.

Zakat juga demikian, ia adalah upaya pembersihan harta yang telah dirizkikan oleh Alloh kepada kita. Dengan kewajiban itu ada kaum dhu’afa yang ikut menikmati sebagian rizki dari Alloh itu. Selain berorientasi Illahiyah, zakat nyatanya juga akan mampu menghapus sekat antara kaum berpunya dan dhuafa.

Puasa pun demikian, shaum memberikan energi kepada kaum muslimin untuk lebih sensitif dalam merasakan penderitaan kaum mustadh’afin. Tidak hanya menahan haus dan lapar, menahan hawa nafsu juga meningkatkan kepiawaian muslim dalam mengelola manajemen pribadi untuk lebih cerdas menahan emosi yang berujung pada perbaikan hubungan sosial kita di tengah komunitas sosial manusia.

Dengan menghadiri majelis keilmuan, sholat tarawih berjamaah, mengikuti aneka kegiatan ifthor jama’i (buka bersama) akan membuat muslimah jadi ‘gaul’ dengan lingkungan. Nggak cuma gaul thok, tapi ikatan silaturahim juga bisa lebih dijaga. Dan ketika Ramadhan telah berlalu, nggak ada salahnya jika muslimah melanjutkan ‘tali kasih’ yang sudah terjalin itu. Apalagi, yang demikian itu merupakan salah satu dari rangkaian dakwah, yang tujuannya jelas untuk merangkul semua kalangan dalam rangka sama-sama mencari ridho Alloh swt.

Dan, secara sosial, kata Hassan Hanafi dalam al-Din wa al-Tsawrah (1990: 63), puasa melatih kepekaan atas nasib sesama yang menderita kelaparan dan kehausan. Dalam konteks itulah kita bisa memahami adanya perintah untuk mengeluarkan zakat fitrah di penghujung bulan Ramadan bahkan sejak awal memasuki Ramadhan sudah terlihat kepekaan itu dengan berbuka bersama di Masjid-masjid, di suarau, di kantor bahkan di jalan-jalan, dan semakin lama semakin terasa rasa kebersamaan, persaudaraan dan kecintaan kita pada sesama.

“Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga”. Mereka itu adalah orang yang telah menjadikan ibadah puasa sebagai sebuah rutinitas, tanpa ruh-spirit. Termasuk juga, mereka yang melakukan ritual puasa pribadi, tapi melupakan pesan untuk melakukan puasa sosial. Puasa yang demikian adalah puasa yang tidak sinkron dengan janji-janji ideal Islam.

Perubahan paling mencolok yang diharapkan muncul dari taqwa sebagai buah dari puasa adalah kesadaran sosial akan nasib dan penderitaan sebagian besar kelompok masyarakat yang masuk dalam kelompok fakir, miskin, dhuafa’, dan mustadh’afin. Mereka inilah kelompok yang secara sosial dan ekonomi lemah dan tidak berdaya sehingga posisi dan eksistesinya sama sekali tidak diindahkan oleh golongan masyarakat di atasnya yang memiliki lebih banyak sumber daya. Tak heran jika kelemahan ini bukan hanya bersifat duniawi berupa kekurangan pada materi, tetapi juga kekurangan ukhrawi yang membuat mereka rentan dengan kekufuran. Sabda Nabi Saw : “Kaada al-faqru an yakuuna kufran”  hampir-hampir kefakiran membawa seseorang pada kekufuran.

Dari aspek sosial, shalat berjama’ah merupakan manifestasi dari ittihadul muslim (bersatunya umat islam). Tanpa adanya pecah bela diantara mereka. Tanpa memandang derajat antara kaya dan miskin. Bersatu padu dalam komando seorang imam. Hal ini telah di gambarkan oleh  rasulullah saw ketika  mempersaudarakan para sahabat dari golongan anshar (orag-orang yang menyambut kedatangan rasulullah saw) dan golongan muhajirin (orang-orang yang hjrah bersama rasullullah saw). beliau mengatakan bahwa ukhuwah tercipta dengan adanya satu rasa sebagai saudara seiman dan seislam yang akan tumbuh secara perlahan-lahan dengan salah satu medianya berupa sholat jama’ah.

Seorang tokoh orientalis mengataan bahwa Islam akan tetap berdiri kokoh jika tiga perkara masih kokoh berdiri, yaitu sholat jumat -yang sudah barang tentu dilakukan secara berjamaah-, mekkah masih menjadi kiblat umat Islam dan puasa Ramadhan. Dari sini cukup jelas bahwa bentuk ibadah yang di lakukan secara berjama’ah merupakan basic dari pada kekuatan umat Islam.

Disamping itu, ibadah sholat yang di lakuan secara jama’ah akan menciptakan rasa  empati  terhadap sesama, hingga akhirnya tercipta sebuah rasa kasih sayang antar sesama muslim yang berawal dari ta’aruf (saling mengenal).  

Sebagai gambaran nyata,  masyarakat saat ini pada umumnya  disibukan dengan berbagai aktivitas sehari-hari, sehingga untuk mengenal atau bertemu tetangganya sendiri saja serasa sulit sekali. Akan tetapi dengan adanya sholat berjama’ah seperti sholat lima waktu ataupun shalat jumaat dan shalat tarawih di bulan ramadhan maka akan memberikan solusi untuk saling mengenal dan menjalin silaturrahmi antar sesama. Dan ini merupakan yang diajarkan dalam islam, sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, ”Dan sesungguhnya kami jadikan kalian dari berbagai kaum dan suku  agar kalian saling mengenal.” (Al Hujarat:13).

Sedangkan balasan bagi mereka yang melakuan shalat berjama’ah ialah pahala yang berlipat ganda. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw., ”sholat berjama’ah lebih utama di banding shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (muttafaqun ‘alaih dari Ibnu umar). Hadits ini setidaknya memberikan motivasi kepada kita untuk senantiasa berlomba-lomba dalam melaksanakan ibadah  shalat secara berjama’ah.

Kesadaran sosial adalah mandat dari Yang Maha Hidup agar melakukan peran nyata yang disebut sebagai peran sosial, sebuah persembahan terbaik dalam kehidupan nyata untuk kesejahteraan masyarakat. Sebab manusia yang terbaik adalah mereka yang punya spirit memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat

Spirit melakukan interaksi dalam kehidupan bermasyarakat adalah agar manusia dapat memberikan yang terbaik bagi orang lain. Pengabdian hidup kepada Sang Maha Kuasa menjadi tingkatan pertama dalam tahap mencapai kecerdasan spiritual.

Nah.. di bulan yang penuh rahmat ini, segala ibadah didorong untuk lebih optimal. Artinya, karena ibadah-ibadah itu semuanya berdimensi sosial, maka harapannya seorang muslim selaku komponen dalam kehidupan masyarakat juga mampu mengambil andil dalam kebaikan di Ramadhan ini. Dan, tentunya itu harus berlanjut di bulan-bulan berikutnya. (Ba)

21 Agu 2011

Dimana Malam-malam Ramadhan?


Tak terasa puasa ramadhan yang kita jalani kini telah sampai hari yang ke duapuluh satu untuk di Indonesia dan memasuki yang ke duapuluh untuk yang sedang berpuasa di Maroko. 
Masih sembilan hari lagi kedepan untuk menikmati betapa indahnya dan agungya bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Sebagaimana dalam sebuah riwayat hadist dari Rasulullah Saw, “Seandainya umatku tahu (keutamaan) apa yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya berharap agar satu tahun seluruhnya terdiri dari Ramadhan.”

Namun dari berlalunya sebagian dari bulan penuh pahala dan rahmat ada yang telah  meninggalkan kesan dengan berbagai amalan-amalan yang insyaAlloh diridloi dan dicintai Alloh ta'ala.

Ada yang sudah dari awal ingin mendapatkan pahala disisi Alloh sebanyak-banyaknya dengan memulai membaca al-qur'an sampai ia khataman, shalat qiyamullail, infaq shadaqah, ibadah yang bernilai syakhsi maupun ijtima'i.

Namun ada juga yang melewati sebagian bulan berkah ini dengan ibadah yang masih belum maksimal, atau bisa dikatakan bolong-bolong. shalatnya masih kadang-kadang kalau pas kebetulan ada acara bersama, omongannya masih sering menyakitkan orang, dan bacaannya masih sering kalo menunggu didengar orang lain.

Ada yang pernah bilang "apakah yang dibilang 1 adalah banyak, 2 adalah jarang, 3 adalah kadang-kadang dan 4 adalah sedikit?"

Yang dimaksud 1 adalah banyak yaitu minggu pertma orang-orang ramai dan berbondong-bondong pergi kemasjid untuk shalat tarawih, dan minggu kedua sudah mulai jarang yang pergi ke masjid atau sudah mulai berkurang, dan memasuki minggu ketiga yang ikut melaksanakan shalat tarawih mulai kadang-kadang, dan pada minggu keempat tinggal sedikit istiqamah menyelesaikan ibadah shalat tarawih.

Diriwayatkan dari `Aisyah Radhiyallahu Anha. Bahwa” Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam “Apabila memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, Beliau menghidupkan malam dan membangunkan anggota keluarganya dan beliau kencangkan pakaiannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, (dia berkata), “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (HR. Muslim ).

Begitulah seharusnya kita bila memasuki sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan agar mencontoh Rasulullah agar meningkatkan kadar ibadah kita dan bersungguh-sungguh dalam menjalankannya.

Inilah kesempatan terakhir kita untuk menyempurnakan ibadah dibulan ramadhan, dan bagi yang belum maksimal, inilah kesempatan untuk memperbaiki kualitas ibadah dan kuantitasnya, semoga Alloh melimpahkan rahmatnya untuk kita semua.

Dan renungkanlah, akankah kita akan bertemu lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan? mungkin inilah Ramadhan terakhir kita, karenanya bersungguh-sungguhlah selagi kita masih bisa merasakannya.

Mari kita ambil intisari dan hikmah dari amalan-amalan para ulama-ulama salafusshalih di bulan ramadhan agar lebih memotivasi kita untuk lebig giat beribadah.

Adalah Aswad bin Yazid An Nakha’i Al Kufi. Disebutkan dalam Hilyah Al Auliya (2/224) bahwa beliau mengkhatamkan Al Qur`an dalam bulan Ramadhan setiap dua hari, dan beliau tidur hanya di waktu antara maghrib dan isya, sedangkan di luar Ramadhan beliau menghatamkan Al Qur`an dalam waktu 6 hari.

Tidak hanya bermujahadah dalam menghatamkan Al Qur`an, dalam ibadah shalat, Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa tabi’in ini melakukan shalat 6 ratus rakaat dalam sehari semalam. (Al Ibar wa Al Idhadh, 1/86).

Adapula Qatadah bin Diamah, dalam hari-hari “biasa”, tabi’in ini menghatamkan Al Qur`an sekali tiap pekan, akan tetapi tatkala Ramadhan tiba beliau menghatamkan Al Qur`an sekali dalam tiga hari, dan apabila datang sepuluh hari terakhir beliau menghatamkannya sekali dalam semalam .(Al Hilyah, 2/228).

Tabi’in lain, Abu Al Abbas Atha’ juga termasuk mereka yang “luar biasa” dalam tilawah. Di hari-hari biasa ia menghatamkan Al Qur`an sekali dalam sehari. Tapi di bulan Ramadhan, Abu Al Abbas mempu menghatamkan 3 kali dalam sehari. (Al Hilyah 10/302).

Sedangkan Said bin Jubair, dalam Mir’ah Al Jinan, Al Yafi’i menyebutkan sebuah riwayat, bahwa di suatu saat tabi’in ini membaca Al Qur`an di Al Haram, lalu beliau berkata kepada Wiqa’ bin Abi Iyas pada bulan Ramadhan: “Pegangkan Mushaf ini”, dan ia tidak pernah beranjak dari tempat duduknya itu, kacuali setelah menghatamkan Al Qur`an.

Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair, beliau pernah mengatakan: “Jika sudah masuk sepuluh hari terakhir, aku melakukan mujahadah yang hampir tidak mampu aku lakukan.”

Beliau juga menasehati: “Di malam sepuluh terakhir, jangan kalian matikan lentera.” Maksudnya, agar umat Islam menghidupkan malamnya dengan membaca Al Qur`an.

Thabaqat Fuqaha Madzhab An Nu’man Al Mukhtar, yang dinukil oleh Imam Laknawi dalam Iqamah Al Hujjah (71,72) disebutkan periwayatan bahwa dalam bulan Ramadhan Said bin Jubair mengimami shalat dengan dua qira`at, yakni qira`at Ibnu Mas’ud dan Zaid bin Tsabit.

Manshur bin Zadan, termasuk tabi’in yang terekam amalannya di bulan diturunnya Al Qur`an ini. Hisham bin Hassan bercerita, bahwa di bulan Ramadhan, Manshur mampu menghatamkan Al Qur`an di antara shalat Maghrib dan Isya’, hal itu bisa beliau lakukan dengan cara mengakhirkan shalat Isya hingga seperempat malam berlalu. Dalam hari-hari biasapun beliau mampu menghatamkan Al Qur`an sekali dalam sehari semalam. (Al Hilyah, 3/57).

Tidak ketinggalan pula Imam Mujahid, salah satu tabi’in yang pernah berguru langsung dengan Ibnu Abbas juga amat masyur dengan mujahadahnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dengan sanad yang shahih, bahwa tabi’in ahli tafsir ini juga menghatamkan Al Qur`an pada bulan Ramadhan di antara maghrib dan isya.

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Abu Hanifah termasuk pada golongan tabi`in, karena telah bertemu dengan sahabat Anas bin Malik. Banyak riwayat yang menegaskan bahwa beliau adalah ulama yang ahli ibadah. Yahya bin Ayub, ahli zuhud yang semasa dengan beliau mengatakan: Tidak ada seorangpun yang datang ke Makkah, pada zaman ini lebih banyak shalatnya dibanding dengan Abu Hanifah.
Karena itu beliau dijuluki Al Watad (tiang) karena banyak shalat (Tahdzib Al Asma, 2/220).

Lalu, bagaimana amalan ulama ahli ibadah ini dalam bulan Ramadhan?
Orang yang melakukan shalat fajar dengan wudhu isya selama 40 tahun ini menghatamkan Al Qur`an 2 kali dalam sehari di bulan Ramadhan, pada waktu siang sekali, dan pada waktu malam sekali (Manaqib Imam Abu Hanifah, 1/241-242).

Bahkan disebutkan oleh Imam Al Kardari bahwa Abu Hanifah termasuk 4 imam yang bisa menghatamkan Al Qur`an dalam 2 rakaat, mereka adalah Utsman bin Affan, Tamim Ad Dari, Said bin Jubair, serta Abu Hanifah sendiri.

19 Agu 2011

Ramadhan Untuk Kita

Perjalanan kita di bulan Ramadhan tinggal sebentar lagi, setengah dari bulan Ramadhan telah kita lewati bersama. Ada sebagian orang yang mengisi hari-hari di bulan berkah ini dengan berbagai ibadah yang telah dicontohkan rosululloh SAW agar bisa mendekatkan diri kepada sang pencipta alam semesta.

Namun ada sebagian lagi yang mengisinya dengan hal-hal yang biasa sebagaimana ia lakukan di hari-hari yang lain. Ramadhan yang hanya tiba satu tahun sekali ini pun berlalu tanpa kesan apapun kecuali  terjadi pergeseran kebiasaan makan dan rutinitas harian.

Semoga kita termasuk orang yang menghargai setiap waktu yang lewat dibulan penuh berkah dan ampunan ini. Ramadhan yang tinggal sebentar lagi, marilah kita isi dengan hal-hal yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya. 

Bagi yang sudah mengisinya dengan maksimal untuk lebih dimaksimalkan lagi hingga akhir waktu dari bulan ramadhan agar kita menjadi khsunul khatimah. Dan bagi yang belum maksimal, inilah saatnya kita untuk berinstropeksi diri dengan menambah berbagai bentuk ibadah dan mengisi hari-hari kedepan dengan amal shalih agar kita sampai ke puncak dimana malam lailatul qadar yang kita dambakan sama-sama.

Sepuluh hari pertama telah kita lewati, apakah kita benar-benar telah melewatinya dengan mendapatkan rahmat dari Alloh sebagaimana yang termaktub dalam hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Salman Al Farisi: “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”

Dan apakah di sepuluh hari kedua ini kita pantas mendapatkan maghfirah dari Alloh ta'ala. Marilah kita jawab sendiri dalam renungan kita dengan melihat setiap amalan yang telah kita lakukan.

Dan satu hari lagi kita akan memasuki sepuluh hari terakhir dengan balasan 'itqu min an-nar atau pembebasan dari api neraka. Apakah yang harus kita lakukan agar kita sampai dengan hasil tersebut bahkan lebih dari itu.

Dalam hadist Shahihain diriwayatkan oleh Imam Bukhori, "Dari ummul mukminin, Aisyah ra., menceritakan tentang kondisi Nabi saw. ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan: “Beliau jika memasuki sepuluh hari terkahir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”

Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Muslim juga menjelaskan “Biasanya Rasulullah bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan melebihi kesungguhan beliau pada malam-malam yang lain”.
Apa rahasia perhatian lebih beliau terhadap sepuluh hari terakhir Ramadhan? Paling tidak ada dua sebab utama:

Sebab pertama, karena sepuluh terkahir ini merupakan penutupan bulan Ramadhan, sedangkan amal perbuatan itu tergantung pada penutupannnya atau akhirnya. Rasulullah saw. berdo’a:
اللهم اجعل خير عمري آخره وخير عملي خواتمه وخير أيامي يوم ألقاك
Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hari-hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu Kelak.”

Sebab kedua, karena dalam sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah turunnya lailatul qadar,  sebagaimana hadist nabi SAW yang artinya : “Carilah lailatul qadar di sepuluh terakhir Ramadhan.”

Banyak hadits yang menerangkan lailatul qadar berada di sepuluh hari terakhir. Dan juga banyak hadits yang menerangkan lailatul qadar ada di bilangan ganjil akhir Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
التمسوها في العشر الأواخر وفي الأوتار
“Carilah lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dan di bilangan ganjil.”

Karena tidak ada kesamaan antara berbagai negara dalam menetapkan awal bulan ramadhan, ada yang sudah ganjil dan ada yang genap. Maka dari itu, marilah kita ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan baik itu malam ganjil ataupun malam yang genap untuk mendapatkan ridlo Alloh swt.

Patut kita renungkan bersama, “Laa takuunuu Ramadhaniyyan, walaakin kuunuu Rabbaniyyan. Janganlah kita menjadi hamba Ramadhan, tapi jadilah hamba Tuhan.” 

Karena ada sebagian manusia yang menyibukkan diri di bulan Ramadhan dengan keta’atan dan qiraatul Qur’an, kemudian ia meninggalkan itu semua bersamaan berlalunya Ramadhan.

Dan marilah kita renungkan bersama saudaraku seiman, "Boleh jadi ini adalah bulan Ramadhan terakhir bagi kita. Tidak akan kita temukan lagi di tahun-tahun mendatang. Karena itu isilah bulan ramadhan yang tersisa hari-hari yang mulia ini dengan kesungguhan sebagaimana kita akan berpisah." 

Setiap tahun kita berpuasa ramadhan, tetapi obsesi sebagian kita sebatas menggugurkan kewajiban. Maka pada ramadhan tahun ini, hendaknya yang menjadi obsesi kita adalah merealisasikan makna puasa yang Imanan wahtisaban agar kita mendapatkan ampunan atas dosa-dosa kita yang lalu.

Setiap tahun kita mengkhatamkan al Qur’an berkali-kali. Maka Hendaknya pada salah satu pengkhataman kita tahun ini disertai tadabbur, perenungan terhadap makna-maknanya serta komitmen untuk mengikuti petunjuknya, menjalankan perintahNya dan meninggalkan laranganNya.

Pada awal-awal bulan kita begitu antusias untuk mendapatkan shalat berjamaah bersama Imam. Maka sedapat mungkin tahun ini sepanjang bulan kita kita ketinggalan takbiratul ihram bersama Imam. (Ba)

10 Agu 2011

Perjalanan Ramadhan di Negeri Maghribi

Menara Koutoubia, Masjid tua di Maroko
Rabat - Ramadhan 1432 H tahun ini adalah bulan puasa yang ke empat dijalani di tanah Maroko. sejak bulan puasa yang jatuh pada tahun 2008 lalu, saya memulai puasa dengan jauh dari keluarga dekat. bulan puasa pertama yang begiu berat mengingat sejak kecil terbiasa menjalani ibadah puasa di tengah-tengah kehangatan keluarga tercinta.

Maroko sebagai negeri yang masih asing di telinga, kini menjadi negara kedua bagi saya setelah tiga tahun lebih menetap disini untuk menimba ilmu. Begitu pun Ramadhan yang berat dilaksakan di awal kini terasa dekat bahkan bisa merasakan suasana hangatnya keluarga.

Kegiatan Ramadhan yang di susun oleh Perhimmpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko bekerjasama dengan KBRI Rabat menjadi obat rindu kebersamaan ibadah bersama keluarga.

Setiap malam ahad, kami warga negara Indonesia mengikuti kegiatan buka bersama, shalat maghrib, isya dan tarawih bersama di Mushola KBRI Rabat, ditambah dengan pengajian bersama yang biasa di bawakan oleh teman-teman Mahasiswa lainnya.

Selain kegiatan di KBRI, bersama teman-teman Mahasiswa yang lain pun punya kesibukan dari kegiatan ilmiah sampai olah raga bersama di asrama mahasiswa Souissi II, Rabat.

Berbaur dengan teman-teman Mahasiswa/i membawa pengaruh dengan kebudayaan sehari-hari dikampung halaman, berbeda lagi kala berbaur dan bersosial dengan orang-orang Maroko, menambah suasana Ramadhan semakin berkesan dengan kultur dan budaya Mereka.

Suasana Spiritual orang Maroko sangat terasa ketika puasa, rasa saling menghormati dan mengasihi pun bertambah di banding hari-hari lainnya. apalagi kita sebagai mahasiswa, sering rasanya ketika dirumah kontrakan sering diberi soup Harirah (sup tomat dan bumbu-bumbu khas Maroko) makanan khas chebekia (roti goreng oles madu) dan sellou (gula-gula dari kacang almond dan biji wijen), dan kurma yang merupakan sajian yang populer di bulan suci ini.

lain cerita lagi ketika kita menjalankan puasa di daerah pedesaan. berkunjung ke rumah teman Maroko bisa menjadi agenda untuk menambah dan mendalami kebiasaan orang Maroko kala Ramadhan. Seperti halnya Indonesia, orang-orang Maroko pun sebuk dengan menu untuk berbuka puasa.

Makanan merupakan penunjang pokok dalam bulan puasa. Namun hal itu tidak melupakannya dari hal yang paling mendasar dibulan suci ini yakni Ibadah.

Dalam hal ibadah, Orang-orang Maroko pun berlomba-lomba untuk mendapatkan hidayah dan ampunan Alloh swt. dengan membaca al-quran, berdzikir, beri'tikaf di Masjid dan bersedekah.

Suasana spiritual lebih terasa ketika malam menjelma, orang-orang pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat tarawih. shalat tarawih yang mengikuti madzhab Imam Maliki dengan delapan raka'at di awal malam setelah shalat Isya dan delapan raka'at lain dengan shalat witir di akhir malam sebelum terbit fajar. setiap kali shalat tarawih satu juz ayat selesai di baca, hingga di akhir ramadhan akan khatam tiga puluh juz dari Al-Qur'an.

Apalagi ketika memasuki hari sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, masjid-masjid di Maroko semakin penuh dan sesak sampai kebanyakan dari mereka sampai shalat di luar masjid dan pinggir jalan demi mendapatkan pahala dari Alloh dan mencari malam Lailatul qadar.

Gaya Ramadhan di Maroko

Ramadhan tidaklah cuma soal berpuasa sepanjang hari dan berbuka saat matahari terbenam. Bagi banyak orang, Ramadhan adalah perjalanan sebulan penuh menuju pencerahan spiritual dan latihan berdisiplin dan rendah hati. Di bulan ini kaum Muslim menahan diri dari bergosip, berkata kotor, amarah, berhubungan seks (saat berpuasa) dan berpikir negatif, sembari tetap menjalankan rutinitas sehari-hari mereka.

Perjalanan itu berbeda tidak saja antara satu orang dengan orang lainnya, tapi juga antara satu negara dengan negara lainnya. Sebagian merasa khawatir dengan lingkungan yang ada ketika menjalankan ibadah puasa, sementara yang lain merasakan suasana yang lebih tenang dan khusyuk. Dan di seluruh dunia, aspek spiritual dan kultural Ramadhan terbaur dalam cara yang berbeda-beda.

Menara Koutoubia dilihat dari sahah Djemaa el Fna, Marrakech
 Di Rabat, Maroko, bulan Ramadhan tidak saja hanya dengan terjadi pergeseran kebiasaan makan dan rutinitas harian orang-orang, tapi juga ada perubahan suasana. Orang-orang merasa lebih sadar akan hubungan mereka dengan Tuhan dan manusia lainnya dengan seringnya mereka melakukan salat, berdoa dan bersedekah.

Bagi banyak orang, Ramadhan adalah pengalaman spiritual dan kultural sekaligus. “Bagi saya Ramadhan adalah bulan ibadah, di bulan ini sehari bisa lebih dari dua juz al-quran selesai di baca”. “begitu pula dengan teman-teman pelajar indonesia yang kini tinggal di asrama selama musim liburan, terjadi perubahan suasana spiritual pada mereka.”
Dan ada suasana sibuk di mana-mana: “Pasar-pasar lebih ramai diwaktu sore dan penuh orang saat jelang waktu berbuka. Masjid-masjid penuh saat waktu salat.

Ramadhan tahun ini berlangsung di bulan Agustus yang termasuk pada bulan-bulan di musim panas, sehingga lama waktu puasa mencapai 17 jam.  Sama seperti biasanya, Ramadhan membawa semangat kedamaian, rahmat dan kebahagiaan. Selama sebulan, Ramadhan membawa kaum Muslim di seluruh Maroko ke suasana hening dan spiritualitas.

 Bagi kebanyakan orang Maroko, bulan suci ini adalah kesempatan untuk menyucikan diri mereka melalui pengendalian nafsu, untuk memperkuat jiwa mereka dengan menyegarkan hubungan mereka dengan Tuhan dan mengevaluasi diri agar bisa menjadi manusia yang lebih baik.

Suasan spiritual yang paling kentara adalah ketika malam menjelma, orang-orang pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat tarawih. shalat tarawih yang mengikuti madzhab Imam Maliki dengan delapan raka'at di awal malam setelah shalat Isya dan delapan raka'at lain dengan shalat witir di akhir malam sebelum terbit fajar. setiap kali shalat tarawih satu juz ayat selesai di baca, hingga di akhir ramadhan akan khatam tiga puluh juz dari Al-Qur'an .

Ramadhan adalah saat menengok ke luar dan ke dalam diri kita. “Ramadan adalah waktunya orang-orang mengunjungi keluarga mereka dan sama-sama berbagi makanan lezat. 

“Makanan khas, seperti harira (sup tomat dan bumbu-bumbu khas Maroko), chebekia (roti goreng oles madu) dan sellou (gula-gula dari kacang almond dan biji wijen), adalah sajian yang populer di bulan suci ini. Banyak orang menghabiskan waktu malam mereka di luar rumah, berjumpa teman di kafe, atau menonton acara-acara baru di televisi. Anak-anak khususnya senang dengan baju-baju baru untuk Idul Fitri, hari raya yang menandai akhir Ramadan.”

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes